Dalam tulisan saya
kali ini, saya Cuma ingin berbagi, sebenarnya ada apa dengan STAIS Majenang.
Kampus kecil, mahasiswanya tidak telalu banyak, tapi kenapa membuat kesan yang
dalam untuk saya secara pribadi dan kawan-kawan saya yang lama berkecimpung
diorgasisasi kampus tersebut. Terlepas dari STAIS yang mengangkatku jadi staf,
kesan kebanggaan itu jelas sangat membekas dalam jiwsaya. Lihat saja, diwebsite
ini hampir semua aktifitas ekstra yang saya jalani selama kuliah di STAIS Majenang
dulu, saya rekam, saya bagikan, saya tulis dan saya syukuri. Pasti bukan tanpa
alasan, karena saya melakukannya dengan penuh kecintaan dan kebanggaan. Bagaimana
tidak, STAIS Majenang bagiku adalah perantara dari Allah SWT untuk saya, anda,
dia dan mereka bisa menuntut ilmu tanpa harus buang banyak waktu, tanpa harus
mengeluarkan banyak biaya dan kita masih bisa menikmati bahagianya kuliah
sambil kumpul bersama orang tua dan keluarga. Khususnya untuk saya ini, saya
bukanlah orang berada atau orang yg cukup, bahkan masuk kategori miskin. Dengan
kondisi keluarga yang broken home, praktis saya hanya tinggal bersama ibu saya
selama saya menjalani proses kuliah. Dengan hal yang serba kekurangan, terbesit
dalam hati saya ingin sekali saya bisa melanjutkan pendidikan saya bukan hanya
lulus setingkat SMA saja. Saat itu ada satu kampus baru yang berdiri, sekitar 2
tahun. Dengan modal nekad akhirnya saya resmi menjadi salah satu orang yang
berhak mengenakan jas almamatar biru donker yang membanggakan itu. Proses perkuliahan
pun saya jalani dengan begitu semangat, saya adalah satu mahasiswa teraktif
masuk kuliah dikelas saya. Selain itu, saya juga tercatat sebagai salah satu
aktifis kampus yang tidak pernah absen dalam rapat dan kegiatan. Ini saya lakukan
semata-mata karena kampus STAIS Majenang adalah wadah berkehidupan, bukan wadah
berupa tatakan makan yang sudah siap lahap. Wadah berkehidupan adalah proses
dari belajar menjalani kehidupan. Makannya ketika ada salah satu kakak kelas
yang berusaha memberi masukan kepada saya akan sulitnya menjalankan organisasi
di STAIS Majenang (karena masalah financial yang minim), saya hanya
menanggapinya dengan senyum dan meminta do’a kepadanya agar apa yang akan
jalankan dan cita-citakan selama menjadi aktifis bisa berjalan dengan lancar. Dan
alhamdulillah, meskipun memang benar-benar minim dukungan financial dari pihak
kampus, tapi setiap kegiatan bisa saya jalani dengan baik meskipun itu dengan
patungan dengan kelompok organisasi saya.
Pada intinya ini adalah proses,
proses menjadi orang yang lebih fight dan bijak. Hal itu saya jalankan dengan
sekuat tenaga, meskipun kadang ada suka dukanya. Tapi, saya masih ingat apa
yang saya tanyakan pertama kali kepada narasumber saat ospek saya. Ketika itu
Abah Masyhud (Dosen dan Ketua STAIS Majenang saat itu) memberikan bekal kepada
kami, bahwa jadi mahasiswa harus bisa membangun sebuah peradaban. Kemudia pada
sesi diskusi saya bertanya kepada beliau, “Apa yang bisa kita lakukan sebagai
mahasiswa agar bisa membangun peradaban itu”. Jawaban beliau sangat singkat “
ya dengan cara belajar dan belajar....”. ternyata kata-kata belajar itulah yang
terus membekas dan menjadi bekal saya dalam menjalankan aktifitas oraganisasi
maupun dalam proses pembelajaran dikelas. Saya jadi pemberani, tidak takut
salah, ya karena bagi saya semua itu adalah proses saya dalam belajar. Selama
ospek tersebutpun saya banyak melihat kanan kiri sekitar kampus. Saat itu saya
berfikir, siapakah orang yang berinisiatif membangun semua ini? Saya ingin
mengenal beliau, saya ingin berterima kasih banyak kepada beliau. Karena berkat
perantara beliaulah orang-orang tidak mampu seperti saya bisa tetap mengenyam
pendidikan dengan level perguruan tinggi. Karena berkat beliaulah banyak
diantara kami yang tadinya tidak sholat, lalu kuliah, kemudian dengan basic
pendidikan islam kami dibekali materi akhlak, fiqh dan sebagainya. Sehingga masya
Allah, imbas perguruan tinggi ini adalah banyaknya alumni STAIS Majenang yang
menjadi “raja dinegerinya”. Ya, hampir rata-rata yang menjadi guru diwilayah
majenang saat ini adalah dari alumni STAIS Majenang. Bukankah itu perputaran
rezeqi yang sangat harus kita syukuri ???.
Lulusannya pun tidak sekedar bisa
berbicara di Majenang saja, contohnya saya dan beberapa kawan saya, saat ini
sedang dan sudah tamat dibeberapa program pascasarjana di Perguruan Tinggi
Negeri dan Swasta yang ternama di Indonesia. Sebut saja beberapa diantaranya
yakni Ismawati Safitri, alumni STAIS tahun 2014, kini telah lulus S2 PGRA di
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ainul Imronah, alumni STAIS tahun 2013, kini
sedang menjalani akhir studinya di UII Yogyakarta. Ifatun Zulaykha, alumni
STAIS Majenang tahun 2016, kini sudah semester 2 di UIN Malang. Akhmad Syukron,
Bayu Sudrajat, Firdaus Permana, Amri Yahya dan lain-lain yang sekarang sedang
manyelesaikan tugas akhirnya di IAID Darussalam Ciamis dan IAIN Purwokerto. Bukankah
itu prestasi yang cukup membanggakan jika mengingat lokasi kampus STAIS Majenang
sendiri yang berada diwilayah cukup terpencil disebuah desa di Kecamatan Majenang.
Belum lagi alumni lainnya yang sudah bekerja menjadi manajer BMT, guru di
sekolah Swasta dan Negeri serta diperusahaan-perusahaan lain.
Ya, tentu saja dengan segala kekurangan dan kelebihan dari
STAIS Majenang sendiri sebnarnya bukanlah menjadi hal pokok bagi kita. Karena STAIS
Majenang adalah wadah, jika kita manfaatkan dengan sebaiknya maka akan menghasilkan
benih-benih ilmu yang bermanfaat. Jika kita sudah menganggap dan mengecap
wadahnya bocor dan rusak, maka kita juga tidak akan mau menggunakan wadah
tersebut. Al hasil kita hanya bisa membiarkan wadah tersebut tergeletak dan
membiarkannya dimanfatkan orang lain. Semua tergantung persepsi kita
masing-masing. Tapi satu yang pasti, saya yakin dalam hati sanubari setiap
alumninya bahwa STAIS Majenang adalah satu tempat yang “sangat” mewarnai
kehidupan kalian.
“Ini bukanlah kisah tentang Sabar, tapi Syukur.....”
(Padangjaya, 10 April 2017)
Frendi Fernando
- Semester akhir di Pascasarjana UIN Suka Yogyakarta
- Semasa kulaih di STAIS, bersama salah satu staf pernah membuat film tentang perjuangan kuliah mahasiswa STAIS Majenang
- Semasa kuliah menjadi ketua forum diskusi dan kajian islam bersama kawan-kawan aktifis
- Inisiator dan pelaksana bantuan Gunung Merapi dan Gunung Kelud (perwakilan dari STAIS Majenang)
- Masih aktif dikegiatan sosial dengan membuat organisasi kecil dikampung bernama “Frendi Foundation” yang bertugas menggalang dana dari dermawan dan membagikannya kepada orang miskin dan anak-anak yang kekurangan dalam biaya pendidikan
- Pernah masuk 5 besar kandidat “Rhenald Khasali of Mentee” di Rumah Perubahan Jakarta, bersaing dengan mahasiswa dari UGM, UI dan UAD
- Artikelnya pernah dimuat dijurnal nasional (Jurnal Edukasi) UIN Ar Raniry Aceh
- PRODUK ASLI lulusan STAIS MAJENANG, alumni tahun 2015