A. Pendahuluan
Proses informasi yang cepat karena kemajuan teknologi semakin membuat
horison kehidupan diplanet dunia semakin meluas dan sekaligus dunia ini semakin
mengerut. Hal ini berarti berarti kepedulian umat manusia terhadap sesamanya
semakin merupakan tugas setiap manusia, pemerintah dan sistem pendidikan
nasional. Pendidikan bertugas untuk mengembangkan kesadaran atas tanggung jawab
setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap
lingkungan masyarakatnya dan negara, juga terhadap umat manusia.[1]
Kecenderungan negatif di dalam kehidupan
remaja dewasa ini dimana para generasi muda telah kehilangan pegangan dan
keteladanan dalam meniru perilaku yang etis. Menurut Nurul Zuriah yang mengutip
pendapat Thomas Lickona bahwa pendidik harus menjadi seorang model sekaligus
menjadi mentor dari peserta didik di dalam mewujudkan nilai-nilai moral didalam
kehidupan disekolah. Tanpa guru atau pendidik sebagai model, sulit untuk diwujudkan
suatu pranata sosial (sekolah) yang dapat mewujudkan nilai-nilai etika, moral
dan budi pekerti.[2]
Nurul Zuriah mengutip pernyataan Zainal
Aqib yang mengemukakan bahwa untuk mewujudkan kinerja guru yang profesional
dalam reformasi pendidikan di era global, secara ideal ada beberapa
karakteristik citra guru yang diharapkan, antara lain sebagai berikut:
a. Guru yang memiliki semangat juang tinggi disertai dengan kualitas
keimanan dan ketaqwaan yang mantap.
b. Guru yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan
dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek.
c. Guru yang mempunyai kualitas kompetensi pribadi dan profesional
yang memadai serta kerja yang kuat.
d. Guru yang memiliki kualitas kesejahteraan yang memadai.
e. Guru yang mandiri, kreatif dan berwawasan masa depan.[3]
Selain daripada semua, yang terpenting
adalah bahwa pendidik haruslah mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang kuat. Dia harus
menghiasi diri dengan akhlak mahmudah dan sifat-sifat asasi bagi seorang
pendidik. Karena peserta didik akan melihat sebelum mendengar apa yang akan
disampaikan. Di zaman yang serba maju ini, peserta didik lebih membutuhkan sisi
keteladanan bukan hanya penyampaian teori belaka. Sehingga akhlak pun menjadi
syarat pokok dalam sebuah penyelenggaraan pendidikan. Perlu diingat bahwa guru
profesional mempunyai tanggung jawab sosial, intelektual, moral dan spiritual.
Mengenai sikap yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, para ahli
pendidikan Islam menyebutkan beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik Islam yang ideal seperti yang diungkapkan oleh Al-Abrasyi yang dikutip
oleh Ahmad Tafsir,[4] bahwa sikap-sikap yang harus dimiliki oleh
seorang pendidik adalah:
a.
Zuhud (dalam kehidupan tidak
mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena bertujuan hanya untuk mencari
ridha Allah semata).
b.
Bersih tubuhnya, yaitu penampilan
lahiriyahnya menyenangkan.
c.
Bersih jiwanya, tidak mempunyai dosa
besar (terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat).
d.
Tidak riya, karena riya akan
menghilangkan rasa keikhlasan.
e.
Tidak memendam rasa dengki dan iri
hati
f.
Tidak menyenangi permusuhan
g.
Ikhlas dalam melaksanakan tugas
h.
Perbuatan harus sesuai dengan
perkataan
i.
Tidak malu mengakui ketidaktahuan
j.
Bijaksana
k.
Tegas dalam perkataan dan perbuatan
l.
Rendah hati/tidak sombong
m. Lemah lembut
n.
Pemaaf
o.
Sabar, tidak mudah marah karena
hal-hal kecil atau sepele
p.
Berkepribadian bijak
q.
Tidak merasa rendah diri
r.
Bersifat kebapakan untuk (laki-laki)
dan keibuan untuk (perempuan)
s.
Mampu mencintai muridnya seperti
mencintai anak sendiri
t.
Mengetahui karakter murid, mencakup
pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan pemikiran.
Al Qur’an adalah kitab suci umat islam yang berisi
firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat
Jibril untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup
bagi umat manusia.[5]
Sebagai pedoman hidup manusia, sudah
barang tentu Al Qur’an memuat sejumlah kandungan yang dijadikan landasan oleh
manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT, meninggalkan
larangan-laranganNya serta mengambil i’tibar dari berbagai peristiwa sejarah
yang dikisahkan dalam Al Qur’an.[6].
Dari ribuan ayat kita akan menelaah ayat-ayat yang membahas tentang kisah nabi
Ibrahim sebagai seorang ayah yang juga sekaligus seorang pendidik yang tentunya
harus kita diteladani.
B. Nabi
Ibrahim AS Sebagai Seorang Pendidik
Kalau kita melihat bagaimana sifat-sifat
agung dari seorang nabi Ibrahim AS, ada banyak sekali sifat, sikap dan perilaku
yang telah beliau dicontohkan. Dalam hal ini adalah nilai-nilai sikap beliau
sebagai seorang pendidik yang bisa kita jadikan model, pelajaran dan tauladan
dalam mendidik agar peserta didik agar nantinya peserta didik bisa menjadi
manusia yang berakhlak dan berbudi luhur seperti tujuan pendidikan itu sendiri.
Diantara beberapa sifat-sifat beliau
sebagai seorang pendidik yang digali dari beberapa ayat-ayat Al Qur’an yang bisa
diaktualisasikan dalam kehidupan pendidikan modern sekarang ini adalah sebagai
berikut:
1)
Patuh kepada Allah
Orang bijak sering berkata, “Ketika kau bertanya kenapa isteri-isterimu,
anak-anakmu dan orang-orang didekatmu tidak patuh padamu, maka tanyakan pada
dirimu seberapa patuhkah kau kepada Tuhanmu”. Tentunya perkataan tersebut
tidaklah tanpa dasar. Karena dalam Al Qur’an sudah sangat banyak penjelasan
yang menerangkan tentang perintah untuk patuh kepada Allah Swt. Seperti
misalnya dalam surat An-Nisa ayat 59 berikut ini :
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr&
©!$#
(#qãèÏÛr&ur
tAqߧ9$#
Í<'ré&ur
ÍöDF{$#
óOä3ZÏB
(
Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.(
Q.S. An-Nisa [4]: 59).[7]
Begitu juga dengan keteladanan yang dicontohkan oleh nabiyullah
Ibrahim AS, dimana keteladanan beliau bisa dicontoh oleh para pendidik saat
ini. Dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut :
¨bÎ)
zOÏdºtö/Î)
c%x.
Zp¨Bé&
$\FÏR$s%
°!
$ZÿÏZym
óOs9ur
à7t
z`ÏB
tûüÏ.Îô³ßJø9$#
ÇÊËÉÈ
“Sesungguhnya
Ibrahim adalah salah satu ummat yang mentaati Allah lagi cenderung kepada
kebenaran. Dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang
mempersekutukan (Tuhan)” (Q.S. An-Nahl [16]: 120).[8]
Inilah sifat asasi bagi seorang
pendidik, dia harus selalu menjalankan ketaatannya kepada Allah dan RosulNya,
melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ketika
seorang pendidik sudah patuh kepada Allah, maka dia pun akan patuh terhadap
kode etiknya sebagai seorang pendidik. Sebagai guru profesional, dia akan
berusaha melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Tingkah lakunya tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku yang tentunya
akan berimbas pada sikap perserta didik yang akan selalu meneladaninya, sehingga
mereka pun akan berusaha mengaplikasikannya dalam melaksanakan
peraturan-peraturan di sekolah maupun dalam kegiatan mereka sehari-hari
lainnya.
2)
Cerdas (berilmu)
Segala profesi apapun pasti dibutuhkan
kecerdasan tersendiri untuk mengerjakan segala tugasnya agar menghasilkan
produk atau out put yang baik. Begitu
juga dengan profesi sebagai guru. Guru haruslah melibatkan kegiatan intelektual
karena dalam proses mengajar. Seorang guru pasti akan melibatkan upaya-upaya
yang sifatnya sangat didominasi dengan kegiatan intelektual. Guru merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai, mengevaluasi serta melakukan penelitian dan sebagainya
dimana semua kegiatan tersebut membutuhkan kecerdasan dari pelakunya.
Keteladanan Ibrahim AS sebagai seorang
yang cerdas dan berilmu telah dijelaskan
oleh Allah Swt dalam firmanNya sebagai berikut :
öä.ø$#ur
!$tRy»t7Ïã
tLìÏdºtö/Î)
t,»ysóÎ)ur
z>qà)÷ètur
Í<'ré&
Ï÷F{$#
Ì»|Áö/F{$#ur
ÇÍÎÈ
Dan ingatlah hamba-hamba Kami:
Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai kekuatan dan pandangan yang jauh. (Q.S. Shaad
[38]: 45).[9]
Tafsir dari surat ini adalah perintah
Allah kepada Muhammad, “Ceritakanlah hai
Muhammad kebesaran hamba-hmba Kami yang mengabdi kepada Kami. Mereka adalah
orang-orang yang sangat taat dan mempunyai pengertian mendalam tentang agama.
Mereka adalah dari Ulum Azmi”.[10]
Tafsir diatas menunjukkan bahwa nabi
Ibrahim AS sebagai pendidik sangat mumpuni dalam keilmuan terutama dalam bidang
addin / agama, disaat yang sama juga
kuat dalam beribadah. Demikianlah kecerdasan intelaktual yang dimiliki pendidik
harus diiringi dengan kecerdasan ruhiyah
dan ubudiyyah, sebagaimana sifat ulul albab yang Allah jelaskan dalam
surat Ali Imran ayat 191 berikut ini :
tûïÏ%©!$#
tbrãä.õt
©!$#
$VJ»uÏ%
#Yqãèè%ur
4n?tãur
öNÎgÎ/qãZã_
tbrã¤6xÿtGtur
Îû
È,ù=yz
ÏNºuq»uK¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
$uZ/u
$tB
|Mø)n=yz
#x»yd
WxÏÜ»t/
y7oY»ysö6ß
$oYÉ)sù
z>#xtã
Í$¨Z9$#
ÇÊÒÊÈ
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari
siksa neraka. (Q.S. Ali ‘Imran [2]: 191).[11]
Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang
yang berakal kuat ialah orang-orang yang memperhatikan langit dan bumi serta
isinya, lalu mengingat Allah dalam segala keadaannya, berdiri, duduk, terbaring.[12]
Sejalan dengan pendidikan kita di era
reformasi dimana dunia pendidikan menghadapi banyak tuntutan. Salah satunya
adalah tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan kita yang rendah dan belum
relevan dengan tuntutan perkembangan masyarakat.[13] Dari itulah guru modern
harus cerdas mengembangkan berbagai macam inovasi dan model pembelajaran agar
bisa mencapai suatu tujuan pendidikan yang diinginkan. Guru modern harus
berpengetahuan luas agar jangan sampai ketinggalan jauh dalam memperoleh
informasi dibanding murid-muridnya. Seorang guru juga harus menjadi orang yang
spesial, namun lebih baik jika ia menjadi spesial bagi semua siswanya. Namun
yang lebih penting lagi adalah bagaimana caranya guru tersebut dapat menularkan
kepintaran dan kedewasaanya tersebut pada para siswanya. Sebab guru adalah
jembatan bagi lahirnya anak-anak cerdas dan dewasa di masa mendatang.[14] Mereka juga berusaha
menuangkan ide-idenya melalui tulisan dan ceramah. Mereka tidak ingin
ketinggalan pengetahuan dan ketrampilan dari siswanya, yang bisa jadi lebih
punya fasilitas untuk mendukung perluasan wawasan dan keahliannya. Guru yang
baik, lebih menyukai membaca dibanding ngobrol yang tidak bermanfaat. Guru
teladan menjadikan rumahnya sebagai sumber pengetahuan, yaitu dengan memenuhinya
dengan buku, majalah, jurnal, dan beragam kliping. Maka guru bisa belajar atau
membaca kapan saja disekolah atau dirumah bahkan ditempat lainnya. Karena
mereka sadar sepenuhnya tentang arti penting belajar sepanjang hayat.[15] Tentunya tidak hanya cerdas dalam kompetensinya saja,
seorang guru juga harus cerdas secara emosional dan spiritual. Bagaimana dia
bisa mentransfer nilai-nilai kebaikan jika dirinya sendiri tidak mempunyai jiwa
spiritualitas.
3)
Jujur
Jujur dalam kamus Bahasa Indonesia
dimaknai dengan lurus hati; tidak curang.[16] Jujur merupakan sebuah
karakter yang dianggap dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. Dalam konteks pembangunan karakter di sekolah,
kejujuran menjadi amat penting untuk menjadi karakter anak-anak Indonesia saat
ini.[17] Hal ini tentunya harus
dimulai dengan jujur dari para pelaku pendidikan di sekolah. Bagaimana murid
akan bersikap jujur jika gurunya sendiri mencontohkan ketidakjujuran.
Nabi Ibrahim sendiri merupakan sosok
yang jujur dimana kejujurannya bisa diaplikasikan oleh para pendidik saat ini.
Firman Allah Swt yang menyatakan
kejujuran nabi Ibrahim AS :
öä.ø$#ur
Îû
É=»tGÅ3ø9$#
tLìÏdºtö/Î)
4
¼çm¯RÎ)
tb%x.
$Z)ÏdϹ
$Î;¯R
ÇÍÊÈ
Ceritakanlah (hai Muhammad)
kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang
yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. (Q.S.
Maryam [19]: 41).[18]
Dalam ayat tersebut jelaslah bahwa Allah
Swt menyatakan bahwa nabi Ibrahim adalah seorang nabi yang jujur. Kejujuran
amatlah mahal, bahkan Rosulullah berani menjamin orang yang jujur dan menjaga
lisan dari berkata yang tidak benar dengan surga.
Kisah kejujuran nabi Ibrahim kepada nabi
Ismail bahwasanya Allah menyuruhnya untuk menyembelih anaknya tersebut sangat
juga patut menjadi teladan. Meskipun pada akhirnya nabi Ismail digantikan
dengan seekor sembelihan (kambing). Kisah ini disebutkan dalam QS. Ash-Shafaat
ayat 102 sebagai berikut :
$¬Hs>sù
x÷n=t/
çmyètB
zÓ÷ë¡¡9$#
tA$s%
¢Óo_ç6»t
þÎoTÎ)
3ur&
Îû
ÏQ$uZyJø9$#
þÎoTr&
y7çtr2ør&
öÝàR$$sù
#s$tB
2ts?
4
tA$s%
ÏMt/r'¯»t
ö@yèøù$#
$tB
ãtB÷sè?
(
þÎTßÉftFy
bÎ)
uä!$x©
ª!$#
z`ÏB
tûïÎÉ9»¢Á9$#
ÇÊÉËÈ
Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang
sabar". (Q.S. Ash-Shaffat [37]: 102).[19]
Dalam kisah tersebut bisa diambil hikmah
bahwa kejujuran meskipun sebenarnya sangat pahit namun akan selalu berbuah
manis pada akhirnya.
Di era seperti sekarang ini, generasi
muda perlu disadarkan akan tanggung jawabnya sebagai kaum pelajar yang harus
mengutamakan etika dan moral yang unggul. Agar kelak dia bisa menjadi seorang
yang terpercaya dan juga menjadi panutan bagi orang-orang disekitarnya. Untuk
itulah sudah sewajarnya seorang pendidik harus selalu berlaku jujur. Baik jujur
dalam berkata maupun berbuat. Jangan sampai perkataan dan perbuatannya justru
menampakan kebohongan. Karena jika di lingkungan sekolah saja peserta didik disuguhkan
oleh perilaku yang tidak jujur, itu akan berimbas pada tingkah laku mereka dan
bisa saja menumbuhkan rasa kecewa mereka terhadap dunia pendidikan.
4)
Amanah
Guru sebagai orang tua di sekolah,
dimana orang tua kandung dari peserta didik menitipkan anak-anaknya tentunya
agar anak-anaknya tersebut bisa menjadi generasi yang cerdas dan berahklak
mulia. Tentunya ini merupakan amanah yang besar yang dititipkan orang tua
kepada guru dan diharapkan guru mempunyai tanggung jawab dalam mengemban amanah
tersebut.
Ibrahim sebagai teladan bagi manusia
juga disebutkan oleh Allah Swt sebagai seorang yang amanah.
4Ó»urur
!$pkÍ5
ÞO¿Ïdºtö/Î)
ÏmÏ^t/
Ü>qà)÷ètur
¢ÓÍ_t6»t
¨bÎ)
©!$#
4s"sÜô¹$#
ãNä3s9
tûïÏe$!$#
xsù
£`è?qßJs?
wÎ)
OçFRr&ur
tbqßJÎ=ó¡B
ÇÊÌËÈ
Dan Ibrahim telah Mewasiatkan
Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata):
"Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".
(Q.S. Al Baqarah [2]: 132).[20]
Nabi Ibrahim yang telah menyatakan penyerahan
dirinya kepada Allah Swt, kemudian mewasiatkan kepada anak-anaknya agar ikut
berserah diri kepada Tuhan semesta alam.
Pada ayat lain Allah juga mempertegas sifat amanah
dari seorang Ibrahim sebagai berikut :
zOÏdºtö/Î)ur
Ï%©!$#
#®ûur
ÇÌÐÈ
Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang
memenuhi kewajibannya” (Q.S. An-Najm [53]: 37).
Maksud ayat tersebut adalah bahwa nabi Ibrahim itu adalah seorang
yang selalu melaksanakan segala perintah Allah. Keterangan Allah tentang sifat
ini merupakan sindiran yang tajam kepada orang Quraisy karena mereka
mengingkari nikmat Allah, sehingga mereka diazab dengan kelaparan dan ketakutan.[21]
Tugas mendidik merupakan amanah yang
tidaklah ringan. Peserta didik bila mereka adalah anak dan istri, maka mereka
adalah amanah dari Allah yang harus betul-betul dijaga dan akan dimintai
tangung jawab diakhirat nanti dihadapan Allah Swt. Demikian juga peserta didik
di lembaga formal tempat pendidik bertugas, maka pendidik memikul amanah dari
para orang tua anak didik, yang harus dibina, dibimbing agar menjadi manusia
yang cerdas dan berakhlak mulia yang juga akan dipertanggung jawabkan dihadapan
orang tua mereka sekaligus juga dihadapan Allah nanti. \
5)
Kerja Keras
Perbandingan sikap guru profesional dan
guru amatir dapat dilihat dari sikap kerjanya. Guru profesional akan
mengerjakan tugas secepat mungkin sesuai sasaran atau tujuan yang akan dicapai.
Sedangkan guru amatir akan membiarkan pekerjaannya terbengkalai.
Allah mencontohkan bentuk kerja keras
dari seorang Ibrahim melalui kisahnya. Ka’bah sebagai bangunan bersejarah
dunia yang dibangun karena adanya perintah dari Allah Swt, nabi Ibrahim AS sangat
banyak ikut andil akan keberadaan bangunan tersebut. Sebagai seorang Nabi,
beliau menjalankan pekerjaannya tidak hanya dengan satu metode saja. Usaha
sebagai bentuk tindakan langsung dalam pembangunan dilakukannya hingga Ka’bah
menjadi bangunan yang tertata. Nabi Ibrahim AS menunjukan pribadi sebagai sosok
pekerja keras ketika melanjutkan untuk membangun ka’bah seraya berdo’a kepada
Allah Swt agar apa yang dikerjakannya itu menghasilkan ridlo Allah da diterima
amalnya seperti tersebut dalam surat Al Baqarah ayat 127 sebagai berikut :
øÎ)ur
ßìsùöt
ÞO¿Ïdºtö/Î)
yÏã#uqs)ø9$#
z`ÏB
ÏMøt7ø9$#
ã@Ïè»yJóÎ)ur
$uZ/u
ö@¬7s)s?
!$¨YÏB
(
y7¨RÎ)
|MRr&
ßìÏJ¡¡9$#
ÞOÎ=yèø9$#
ÇÊËÐÈ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa):
"Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". (Q.S.
Al Baqarah [2]: 127).[22]
Proses pembangunan Ka’bah yang dilakukan nabi Ibrahim mungkin tidak
bisa berhasil ketika tidak memiliki sikap kerja keras. Menjalankan wahyu dari
Allah Swt sebagi prinsip dasar pembangunan Ka’bah tersebut menjadi
pendorong untuk tercapainya tujuan kerja yang dilakukannya. Maka sebagai
seorang pendidik apalagi dimasa-masa sekarang, sudah seharusnya guru harus
lebih bekerja keras memutar otak dan menguras tenaga memikirkan segala macam
persiapan pembelajaran maupun berfikir dan berusaha untuk bersama-sama memecahkan
setiap persoalan dalam kegiatannya sebagai seorang pendidik. Dimana dunia
pendidikan sekarang sudah sangat jauh berkembang dengan segala kompleksitas
permasalahannya.
6)
Sabar
Pendidikan di era global yang ditandai dengan
berbagai tantangan baik dari peserta didik maupun dari lingkungan pendidikan
itu sendiri sering menjadikan para pendidik putus asa. Tantangan dari peserta
didik misalnya sikap peserta didik yang
kurang menghargai seorang guru. Kadang secara sengaja atau tidak mereka
mengucapkan kata-kata kotor atau tidak sopan yang membuat guru marah, kecewa
dan sakit hati. Atau bisa saja guru itu tidak sabar ketika mengajar peserta
didik yang kurang cerdas sehingga menimbulkan kebosanan dalam mengajar.
Kemudian tantangan dari rekan pendidik misalnya dengan kehidupan yang serba
modern membuat gaya hidup dan kebutuhan hidup menjadi terus meningkat. Ini
tidak jarang menimbulkan konflik internal di lingkungan pendidik dan tenaga
kependidikan dalam persaingan memperebutkan jabatan atau jam mengajar yang lebih
banyak dari yang lain. Tentu ini bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi dalam
dunia pendidikan. Maka untuk menyikapi semua hal tersebut, sifat penting yang
harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah jiwa yang sabar.
Nabiyullah Ibrahim AS adalah sosok teladan yang
sabar, baik dalam menerima cobaan maupun dalam mentarbiyah keluarganya. Allah
Swt menegaskan kesabaran nabi Ibrahim dalam ayat berikut ini :
÷É9ô¹$$sù
$yJx.
uy9|¹
(#qä9'ré&
ÏQ÷yèø9$#
z`ÏB
È@ß9$#
wur
@Éf÷ètGó¡n@
öNçl°;
4
öNåk¨Xr(x.
tPöqt
tb÷rtt
$tB
crßtãqã
óOs9
(#þqèVt7ù=t
wÎ)
Zptã$y
`ÏiB
¤$pk¨X
4
Ô÷»n=t/
4
ö@ygsù
à7n=ôgã
wÎ)
ãPöqs)ø9$#
tbqà)Å¡»xÿø9$#
ÇÌÎÈ
Karena itu bersabarlah sebagaimana
kesabaran Rasul-rasul Ulul Azmi.Dan
janganlah engkau tergesa-gesa untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang
dijanjikankan, terasalah oleh mereka seolah-olah mereka tidak berhenti di dunia
ini melainkan sekedar sesaat pada siang hari. Ini adalah sebiah penjelasan,
Maka apakah akan dibinasakan selain dari kaum yang kafir saja?” (QS.
Al-Ahqaff [46]: 35).[23]
Kesabaran yang telah dicontohkan oleh
nabiyullah Ibrahim AS. diantaranya adalah kesabaran yang luar biasa dalam
berdoa untuk menanti untuk mendapatkan keturunan, yang pada akhirnya dikabulkan
oleh Allah meskipun ketika lahir nabi Ismail beliau sudah berumur 70 tahun
sedangkan nabi Ishaq lahir ketika umur beliau 100 tahun. Namun justru kesabaran
beliau itu diuji dengan tetap melaksanakan perintah Allah yaitu menyembelih anak
tercinta yang ditunggu sekian lama. Kemudian kesabaran beliau dalam mentarbiyah
diri dan keluarganya juga patut menjadi teladan kita semua. Serta kesabaran
beliau dalam mendakwahi bapaknya dan ummatnya meskipun beliau harus menanggung
resiko dakwah dan di bakar hidup-hidup oleh Raja Namruz
Demikianlah seorang pendidik harus
mempunyai kesabaran yang berlapis dalam menjalankan proses pendidikan. Sebagaimana perintah Allah Swt dalam Al Qur’an :
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä
(#rçÉ9ô¹$#
(#rãÎ/$|¹ur
(#qäÜÎ/#uur
(#qà)¨?$#ur
©!$#
öNä3ª=yès9
cqßsÎ=øÿè?
ÇËÉÉÈ
Hai orang-orang yang beriman,
bersabarlah kamu menghadapi kesulitan-kesulitan dunia, tabahkanlah hatimu dalam
menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan dari orang-orang lain, jagalah perbatasan negeri dan berbaktilah kepada
Allah, supaya kamu mendapat kemenangan. (Q.S. Ali ‘Imran [3]:
200).[24]
7)
Lemah lembut
Nabi Ibrahim sebagai nabi kesayangan
umat manusia bukanlah tanpa sebab namun memang beliau sendiri juga mempunyai
sifat yang sangat penyayang dan lemah lembut. Contoh kisah beliau yang patut
diteladani adalah bagaimana beliau dengan lembut mencoba membujuk ayahandanya
tercinta untuk mengikuti agama nabi Ibrahim. Percakapan tersebut tergambar
dalam Al Qur’an seperti berikut ini :
tA$s%
íN»n=y
y7øn=tã
(
ãÏÿøótGór'y
y7s9
þÎn1u
(
¼çm¯RÎ)
c%x.
Î1
$|Ïÿym
ÇÍÐÈ öNä3ä9ÍtIôãr&ur
$tBur
cqããôs?
`ÏB
Èbrß
«!$#
(#qãã÷r&ur
În1u
#Ó|¤tã
Hwr&
tbqä.r&
Ïä!%tæßÎ/
În1u
$|É)x©
ÇÍÑÈ $£Jn=sù
öNçlm;utIôã$#
$tBur
tbrßç7÷èt
`ÏB
Èbrß
«!$#
$oYö7ydur
ÿ¼ã&s!
t,»ysóÎ)
z>qà)÷ètur
(
yxä.ur
$uZù=yèy_
$wÎ;tR
ÇÍÒÈ $oYö7ydurur
Mçlm;
`ÏiB
$uZÏFuH÷q§
$uZù=yèy_ur
öNçlm;
tb$|¡Ï9
A-ôϹ
$wÎ=tã
ÇÎÉÈ
Ibrahim berkata:
"Kesejahteraan atas ayah, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku untuk
ayah. Bahwasannya Tuhanku adalah Tuhan yang maha lemah lembut. Dan aku akan
menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah dan aku
menyembah Tuhanku sendiri mudah-mudahan tiadalah aku menjadi seorang yang gagal
usahanya, tidak diperkenanankan do’anya.
Maka ketika Ibrahim sudah
menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami
anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. dan masing-masingnya Kami angkat
menjadi Nabi.
Dan Kami anugerahkan kepada mereka
sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi
tinggi. (Q.S. Maryam [19]: 47-50).[25]
Kita lihat betapa contoh yang luar biasa
tergambar dalam dakwah nabi Ibrahim kepada bapaknya. Allah menjelaskan
komunikasi dakwah antara nabi Ibrahim dengan bapak dengan sehalus-halusnya
tutur bahasa dan sebaik-baiknya isyarat. Pada ayat sebelumnya beliau terlebih
dahulu menjelaskan kebatilan sesembahan bapaknya dengan menyatakan bahwa berhala
yang disembah bapaknya tidak bisa berbicara, tidak pula bisa mendengar, tidak
bisa bermanfaat untuk dirinya ataupun yang lainnya. Kemudian beliau
menyampaikan kepada bapaknya ;
“Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian
ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku
akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu
menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha
Pemurah”. Namun bapaknya menjawab dan menolak ajakan dari Ibrahim tersebut.
Kelembutan yang dibalas dengan kata-kata keras idak lantas membuat Ibrahim
marah, sebaliknya Ibrahim lantas mendo’akan ayahnya tersebut, seperti
terkisahkan dalam ayat 47-50 QS. Maryam di atas.[26]
Demikianlah gambaran kelembutan nabi
Ibrahim dalam mendakwahi dan mengajak bapaknya, sampai dakwahnya ditolak
bapaknya beliau tetap berjanji akan mendoakannya agar Allah berikan kebaikan
petunjuk dan ampunan, sampai Allah kemudian memberikan keputusan untuk
melarangnya.
Guru profesional bukanlah guru yang gila hormat.
Sangat baik jika guru selalu menciptakan hubungan yang erat dengan murid,
tersenyum ketika bertemu murid, menyapa terlebih dahulu, memberi selamat kepada
murid, memberi nasihat. Guru profesional merupakan guru yang mampu memasuki
relung jiwa siswa. Kedekatan inilah yang akan menyadarkan bahwa betapa beragam
dan beratnya tantangan yang dihadapi peserta didik.[27]
8)
Hanifan
Menurut ulama makna hanifan adalah orang yang mentauhidkan Allah dan berpaling dari
kemusyrikan, maka diakhir ayat 120 pada surat An-Nahl ditutup dengan kalimat “dan ibrahim bukan termasuk orang orang yang
mempersekutukan Tuhan”.
¨bÎ)
zOÏdºtö/Î)
c%x.
Zp¨Bé&
$\FÏR$s%
°!
$ZÿÏZym
óOs9ur
à7t
z`ÏB
tûüÏ.Îô³ßJø9$#
ÇÊËÉÈ
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif[843]. dan
sekali-kali bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (Q.S.
An-Nahl [16]: 120).[28]
Ujung dari ke hanifan adalah keikhlasan dalam melaksanankan semua tugas, dalam
hal ini bisa diaplikasikan pada tugas sebagai seorang pendidik. Dengan
keikhlasan, seorang pendidik akan melaksanakan tugas-tugasnya dengan hati yang
ringan dan lapang meskipun sebenarnya tugas yang dilaksanakan itu berat. Sebaliknya,
tanpa keikhlasan, meskipun tugas yang akan dilaksanakan relatif ringan, dia
akan merasakan sebagai sesuatu yang berat.
Akan sangat nampak antara guru yang
ikhlas dengan dia yang hanya mengutamakan materi semata dalam mengajar. Orang
yang bekerja menjadi guru karena panggilan hati, dia akan bekerja secara all out, mempunyai komitmen kuat,
bekerja secara ikhlas. Bandingkan dengan orang yang menjadi guru karena
panggilan gaji (hanya karena materi) bukan karena panggilan hati. Tentu apa
yang dilakukan asal jalan, yang penting mengajar (meskipun belum tentu
mendidik), ketika ada masalah pasti mengeluh, senang mencari kambing hitam,
yang lebih disalahkan orang lain. Waktu lebih banyak untuk mencari kesalahan-kesalahan
orang lain, bukan melakukan refleksi tentang kesalahan yang dilakukan dan
mencari jalan memperbaiki diri sendiri.[29]
9)
Selalu bersyukur kepada Allah
Allah Swt memuji hambaNya Ibrahim AS
sebagai rasulNya karena Ibrahim memiliki sifat yang mulia. Diantaranya adalah
bahwa nabi Ibrahim adalah seorang yang mensyukuri nikmat Allah yang telah
dianugerahkan kepadanya. Seperti dalam firman Allah Swt berikut ini :
#\Å2$x©
ÏmÏJãè÷RX{
4
çm9u;tGô_$#
çm1yydur
4n<Î)
:ÞºuÅÀ
8LìÉ)tGó¡B
ÇÊËÊÈ
(lagi)
yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya
kepada jalan yang lurus. (Q.S. An-Nahl [16]: 121).[30]
Keteladanan beliau sebagai hamba yang
selalu bersyukur harus bisa diteladani oleh pendidik saat ini. Minimnya gaji
serta keterbatasan sarana yang ada sering memunculkan ketidak ikhlasan dalam
menjalankan proses pendidikan pada akhirnya hanya akan membuat guru suka
berkeluh kesah dan tidak bisa menyukuri kondisi yang ada. Maka dari itu jiwa
yang pandai bersyukur akan banyak membawa kebaikan dan keberkahan.
Sebagai pendidik yang profesional,
seharusnya tidak menjadi alasan dirinya untuk tidak serius dalam mengajar dan
mendidik muridnya hanya karena alasan gaji yang kurang. Ketika sudah
berkomitmen untuk menjadi seorang pendidik maka sudah menjadi keharusan
untuknya melakukan semuanya dengan ikhlas dan maksimal serta penuh rasa syukur
agar menghasilkan proses pendidikan yang baik dan terarah.
C. Kesimpulan
Itulah nilai-nilai profesionalisme pendidik yang bisa kita pelajari dari Al
Qur’an yang diteladankan oleh nabiyullah Ibrahim AS yang bisa diaktualisasikan
di era globalisasi ini.
Ayat Al Qur’an yang menunjukan nilai-nilai profesionalisme pendidik dalam
kisah nabi Ibrahim diilustrasikan dengan tabel dibawah ini.
Tabel II
Analisis Nilai-nilai Profesionalisme Pendidik
dalam Kisah Nabi Ibrahim AS dalam Al Qur’an
Nilai-Nilai Profesionalisme
Pendidik
|
Nilai-nilai Profesionalisme
Pendidik dalam Kisah Nabi Ibrahim AS menurut Al Qur’an
|
Patuh
Kepada Allah
|
QS.
An-Nisa [4] ayat 59
|
Cerdas, berilmu
|
QS. Shaad
[38] ayat 45
|
Jujur
|
QS. Maryam
[19] ayat 41,
QS.
Ash-Shaffat [37] ayat 102
|
Amanah
(tanggung jawab)
|
QS.
An-Najm [53] ayat 37,
Al Baqarah
[2] ayat 132
|
Kerja
keras
|
QS. Al
Baqarah [2] ayat 127
|
Lemah
lembut
|
QS. Maryam
[19] ayat 47-50,
QS. At
Taubah [9] ayat 114
|
Sabar
|
QS. Al
Ahqaff [46] ayat 35
|
Hanifan
(Ikhlas)
|
QS.
An-Nahl [16] ayat 120
|
Bersyukur
|
QS. An-Nahl [16] ayat 121
|
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai
mahluk yang paling mulia, juga karena kesempurnaan bentuk dan kelebihan akal
pikirannya yang sekaligus membedakannya dengan mahluk lainnya. Sebagai
konsekuensinya manusia dituntut untuk berbakti kepada Penciptanya melalui
pemanfaatan kesempurnaan dan kelebihan yang telah dianugerahkan kepadanya.[31]
Blibiografi
Ash
Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Kitab
tafsir Al Qur’anul Majid, (Semarang:
PT.Pustaka Rizki Putra, 1995)
Hatta,
Ahmad,Tafsir Qur’an Perkata,
(Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2010)
Kesuma,
Dharma, Cepi Triana, Johar Permana, Pendidikan
Karakter (Kajian Teori dan Praktik di Sekolah), Cet.3 (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012)
Mahfud,
Rois, Al-Islam (Pendidikan Agama Islam), (Jakarta: Erlangga, 2011)
Mahfudz,
Asep, Be a Good teacher or never, (Bandung:
Nuansa, 2011)
Mudlofir,
Ali, Pendidik Profesional (Konsep, Strategi dan Aplikasinya
dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia), (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012)
Musfah,
Jejen, Peningkatan Kompetensi Guru, (Melalui
Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik), (Jakarta: Kencana, 2011)
Tafsir,
Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,
2011)
Tilaar,
H.A.R, Manajemen Pendidikan Nasional
(Kajian Pendidikan Masa Depan), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)
------------------,
Paradigma Baru Pendidikan Nasional,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010)
Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008)
------------------, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)
Zuriah, Nurul,
Pendidikan
Moral dan Budi Pekerti (Dalam Perspektif Perubahan), (Jakarta: Bumi Aksara,
2008)
[1] H.A.R Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional (Kajian Pendidikan Masa Depan),
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 4.
[2] Nurul Zuriah
, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti
(Dalam Perspektif Perubahan), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 12.
[3] Ibid, hlm. 110.
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 82.
[5] Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm.33
[6]
Rois Mahfud, Al-Islam (Pendidikan Agama
Islam), (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm. 112.
[10]
Ibid, hlm. 3409.
[11] Ibid, hlm. 738.
[12] Ibid, hlm. 739.
[13]
H.A.R Tilaar, Paradigma Baru
Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 134.
[14] Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru, (Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar
Teori dan Praktik), (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.54.
[15]
Ibid, hlm. 123.
[16]
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus,
hlm. 644.
[17] Dharma Kesuma, Cepi Triana, Johar Permana, Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan
Praktik di Sekolah), Cet.3 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 16.
[19]
Ahmad Hatta, Tafsir Qur’an Perkata,
(Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2010), hlm. 449.
[20]
Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 20.
[22] Ahmad Hatta , Tafsir, hlm. 20.
[24] Ibid. 746.
[26] Menurut sebagian mufasir, soal
jawab yang terjadi antara Ibrahim dan ayahnya menjadi penghibur hati bagi
Muhammad Saw dan menjadi teladan baginya dalam menghadapi gangguan kaumnya dan
gangguan pamannya sendiri Abu Lahab. (Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Kitab, hlm. 2403)
[27] Asep Mahfudz, Be a Good teacher or never, (Bandung: Nuansa, 2011), hlm. 36.
[29] Ali Mudlofir, Pendidik
Profesional (Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
di Indonesia), (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 160.
[31] Jalaluddin, Teologi, hlm. 245.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar