KONSEP DASAR STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN
A.
Pengertian
Nana Sudjana: “Tindakan guru melaksanakan rencana mengajar,
artinya usaha guru dalam menggunakan beberapa variabel pengajaran (tujuan,
metode, alat, serta evaluasi) agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan
yang telah ditetapkan”.
Ada tiga tahap strategi mengajar :
1. Prainstruksional
(menanyakan kehadiran siswa dan materi yang lalu sebagai apersepsi)
2. Instruksional
(menjelaskan pokok-pokok materi sesuai dengan tujuan untuk menekankan fokus tujuan yang diharapkan /learning out come)
3. Evaluasi
(mengetahui sejauh mana siswa
memahami materi yang telah dijelaskan pada tahapan instruksional sebagai feedback terhadap seluruh
kegiatan instruksional)
Jadi strategi
proses pembelajaran adalah “operasionalisasi dari desain pembelajaran yang telah dirancang
Pendapat lain “Daya upaya guru dalam menciptakan
sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar” (sama dangan straategi perang dalam dunia militer
yaitu seni merancang operasi peperangan).
T. Rakajoni : “Pola umum perbuatan guru-murid di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar” Joyce dan Weill “Model-model mengajar”
B.
Strategi belajar mengajar, perencanaan pembelajaran, dan prosedur pembelajaran
Strategi mengajar : “Pilihan pola kegiatan belajar mengajar atau
pola-pola umum kegiatan guru- murid dalam kegiatan belajar mengajar atau model-model mengajar, maka pengertiannya
menjadi sangat luas dan umum sehingga dapat diterapkan dalam berbagai peristiwa belajar”
Perencanaan pembelajaran: “Usaha guru untuk menentukan
prosedur instruksional dan mensistematisasikan proses belajar mengajar
sedemikian rupa sehingga perubahan perilaku yang diharapkan dapat terjadi”. Perencanaan pembelajaran dikatakan : khusus, karena dalam merancang sistem lingkungan belajar dilakukan setelah ditetapkan lebih
dulu untuk menggunakan satu atau lebih strategi. Dan kongkrit,
karena rangkaian kegiatan guru-murid untuk mencapai
tujuan pembelajaran telah tertulis
secara ekplisit dalam model satuan
pelajaran.
Prosedur pembelajaran: “Rangkaian perbuatan guru-murid dalam suatu peristiwa belajar mengajar aktual di kelas atau aplikasi dari
perencanaan pembelajaran” atau “aktualisasi dari model mengajar yang telah ditetapkan
berdasarkan desain yang telah tertulis dalam model satuan pelajaran”
C.
Klasifikasi strategi belajar mengajar
1.
Ditinjau dari pengaturan guru-siswa
a.
Guru, dapat dibedakan
menjadi pengajaran oleh seorang guru atau oleh suatu tim guru (team teaching)
b.
Siswa :
1)
Klasikal
2)
Kelompok kecil ( 5-7 org siswa)
3)
Perorangan
c.
Dari segi hubungan guru-siswa
1)
Hubungan langsung melalui
tatap muka
2)
Hubungan langsung dalam bentuk tatap muka dengan bantuan media
pengajaran sebagian alat bantu mengajar
3)
Hubungan tak
langsung/melalui perantara media cetak (modul) maupun media elektronik (radio,
kaset suara, video)
2.
Struktur peristiwa belajar mengajar
a.
Tertutup (proses belajar mengajar yang segala sesuatunya telah ditentukan
secara relatif ketat, guru tidak berani
menyimpang dari persiapan yang telah dibuat)
b.
Terbuka (proses belajar mengajar yang tujuan, materi, dan prosedur yang akan ditempuh untuk mencapainya
ditentukan ketika kegiatan belajar
mengajarnya berlangsung.
3.
Peranan guru siswa dalam pengolahan pesan
a.
Pengajaran bersifat ekspositorik, yakni apabila pesan disajikan dalam keadaan siap diolah tuntas oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa
(sifatnya sama dengan peristiwa
belajar tertutup.
b.
Pengajaran bersifat heuristik atau hipotetik, yakni pesan yang disajikan tidak diolah tuntas oleh guru tapi diolah sendiri oleh siswa, baik dengan atau tanpa bantuan dan bimbingan guru. Ada dua substrategi :
1)
Discovery (strategi penemuan-penemuan dalam praktek terbimbing /praktek laboratorium)
2)
Inkuiri (penyelidikan-penelitian dalam lapangan
sebagai akibat terjadinya proses asimilasi dan akomodasi.
4.
Proses pengolahan pesan
a.
Strategi pengajaran induktif
Yakni pengajaran yang proses pengolahan pesan bertolak dari
contoh-contoh kongkrit pada generalisasi
atau prinsip yang bersifat umum, dari fakta-fakta anyg nyata kepada konsep yang bersifat abstrak, dari data empirik menuju
pembentukan konsep, dari hal-hal yang kongkrit menuju yang bersifat abstrak.
b.
Strategi pengajaran deduktif
Dari makna generalisasi (konsep-konsep) yang
bersifat abstrak menuju pembuktian dalam bentuk data empirik yang mendukung
konsep-konsep tersebut.
HAKEKAT BELAJAR MENGAJAR
A.
Mengajar
1.
Pendapat yang menekankan dari pendidik atau
pengajarnya
a.
Mengajar adalah menyampaikan ilmu pengetahuan (bahan pelajaran) kepada siswa supaya ilmu itu
dikuasai dan dipahami.
b.
Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada anak didik.
c.
Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada anak didik.
Dari difinisi tersebut maka tujuan
mengajar adalah penguasaan pengetahuan oleh anak. Anak dianggap sebagai obyek dan
pasif sedangkan peranan guru sangat dominan (teacher centered) menekankan
intelektualitas dengan mengabaikan
realitas kehidupan anak didik’.
Dampak negatif pola ini adalah :
a.
Mengajar seolah menyuruh anak menghafal. Mengabaikan minat anak ,
kehidupan nyata anak, dan verbalisme (hafal kata-kata tapi tidak paham maksud).
b.
Mengajar seolah hanya menyampaikan satu pengetahuan, padahal pendidikan
bertujuan untuk membentuk
kepribadian anak didik yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
c.
Hanya menggunakan satu metode tertentu (biasanya didominasi ceramah).
2.
Pendapat yang menekankan dari segi peserta didik
Mengajar adalah usaha guru untuk memgatur lingkungan , sehingga terbentuklah suasana sebaik-baiknya bagi
anak untuk belajar, guru hanya sebagai pembimbing (manager of learning)
Dampak dari difinisi tersebut adalah :
a.
Mengajar berarti membimbing aktivitas siswa
b. Mengajar adalah membantu anak berkembang sesuai dengan lingkungannya
B.
Belajar
Banyak difinisi tentang belajar, namun
penekanannya pada aspek bahwa
belajar adalah”change in behavior”
tingkah laku dapat bersifat
jasmaniah (nampak) maupun intelektual atau sikap.
Tingkah laku sebagai proses belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor :
Ø Faktor yang ada dari dalam individu (internal), misal : kemampuan yang dimilikinya, minat, perhatian, kebiasaan, motivasi, dan
sebagainya.
Ø Faktor
dari luar (eksternal), misal lingkungan keluarga, masyarakat, dan
sekolah seperti guru, sarana dan
prasarana, kurikulum, dan teman sekolah. Faktor kedua ini yang paling dominan.
Terdapat beberapa elemen yang mencirikan belajar :
- Merupakan perubahan tingkah laku.
- Perubahan itu melalui pengalaman dan latihan.
- Perubahan itu relatif, merupakan akhir dari sesuatu epriode yang panjang.
- Tingkah laku yang mengalami perubahan menyangkut beberapa aspek kepribadian, fisik dan psikis, perubahan berpikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan dan sikap.
C.
Tujuan belajar
Tujuan belajar sangat banyak dan bervariasi.
Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional (instructional effect), berbentuk pengetahuan dan
ketrampilan. Adapun tujuan yang merupakan hasil sampingan tercapai karena siswa menghidupi (to live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu, misalnya kemampuan
berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, dan mau menerima
pendapat orang lain (nusturant effect).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar
ada tiga jenis :
1.
Untuk mendapatkan pengetahuan.
2.
Penanaman konsep dan ketrampilan.
3.
Pembentukan sikap
D.
Faktor-faktor psikologis dalam belajar
Banyak sekali pengaruh faktor psikologis
terhadap hasil belajar siswa. Dengan kata lain proses belajar mengajar akan
berhasil kalau didukung oleh faktor-faktor psikologis pada anak.
Menurut Thomas F. Staton, sebagaimana dikutip kembali oleh Sardiman AM (1986) dikatakan ada enam faktor psikologis yang berpengaruh :
1.
Motivasi
2.
Konsentrasi
3.
Reaksi
4.
Organisasi
5.
Pemahaman
6.
Ulangan
E.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
proses belajar mengajar
1)
Kompetensi
profesionalisme guru (bidang kognitif seperti penguasaan materi, bidang sikap
seperti mencintai profesi dan bidang perilaku seperti ketrampilan mengajar,
menilai hasil belajar siswa dan lain-lain.
2)
Karakteristik kelas ( besarnya kelas/jumlah siswa setiap rombel, suasana belajar, fasilitas dan sumber belajar yang tersedia)
3)
Karakteristik sekolah (kedisiplinan, perpustakaan, letak geografis,
lingkungan yang nyaman, bersih dan
teratur.
F.
Tolak ukur keberhasilan proses
pembelajaran
Ada pun
indikator yg dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu proses pembelajaran
adalah :
1.
Daya serap terhadap bahan pelajaran yg diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2.
Perilaku yg digariskan dlm tujuan pembelajaran khusus telah dicapai
siswa, baik secara individual maupun kelompok.
G.
Komponen-komponen proses pembelajaran
Belajar dan mengajar sebaga suatu proses
sudah barang tentu harus dapat mengembangkan dan imenjawab beberapa persoalan yang mendasar yakni,
1.
Kemaana proses tersebut akan diarahkan?
(tujuan)
2.
Apa yang harus dibahas dalam proses tersebut? (materi / bahan pengajaran)
3.
Bagaimana cara melakukannya ? (metode)
4.
Bagaimana mengetahui berhasil tidaknya
proses tersebut ? (penilaian/evaluasi)
POLA INTERAKSI DAN MANAJEMEN PEMBELAJARAN
A.
Prinsip-prinsip Manajemen Pembelajaran
Manajemen pembelajaran ditandai dengan dua
macam tindakan guru, yakni tindakan instruksional untuk memudahkan siswa
mencapai serangkaian tujuan pembelajaran dan tindakan manajerial untuk
mengorganisir kegiatan siswa dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Prinsip-prinsip manajemen pembelajaran adalah prinsip-prinsip yang bersifat universal. Adapun prinsip-prinsip itu
meliputi :
1.
Prinsip
kesatuan arah, yakni bahwa tujuan-tujuan pembelajaran menjadi titik tumpu
tingkah laku instruksional. Selanjutnya tingkah laku manajerial dari pihak guru
dan siswa, ke arah tujuan instruksionallah pada akhirnya segala daya upaya dan usaha warga kelas bisa
optimal.
2.
Prinsip
efektifitas, yakni tujuan akhir pembelajaran harus dapat dicapai secara
maksimal dengan mengontekskan kondisi riil, sehingga sinergi antara teori dan
praktek.
3.
Prinsip
efesiensi, yakni segala bentuk sumber daya harus digunakan secara ekonomis,
sehingga tidak terjadi pemborosan waktu, tenaga maupun biaya.
4.
Prinsip
utilitasi, yakni segala sumber daya yang tersedia hendaknya dimanfaatkan
sebesar-besarnya.
5.
Prinsip
keteraturan, yakni menciptakan kelas dengan suasana menyenangkan dan tidak
membebani siswa dalam pembelajaran.
6.
Prinsip
hierarkhi, yakni adanya manajemen yang baik antara guru dengan siswa sehingga
proses pembelajaran berjalan dengan kondusif.
7.
Prinsip
jenjang komando dan kesatuan arah. Prinsip ini merupakan tindak lanjut dari
prinsip hierarkhi bahwa kelas adalah sebuah organisasi yang diperlukan kesatuan
arah dan petunjuk yang jelas.
8.
Prinsip
partisipasi dan kerjasama, yakni bahwa setiap warga kelas harus berperan aktif
dan berusaha dengan sunngguh-sungguh untuk memberikan sumbangannya yang
maksimal dalam pencapaian tujuan.
9.
Prinsip remunerasi, yakni usaha dan prestasi serta sikap dan perilaku siswa
yang sesuai dengan kultur sekolah perlu mendapat pengakuan dan
penghargaan yang pantas. Dalam psikologi belajar prinsip ini sering disebut
reinforcement
Di samping prinsip-prinsip tersebut di
atas, ada beberapa prinsip atau asas mengajar yang hampir sama, sebagaimana
dikemukakan James L. Mursell, bahwa ada enam prinsip, yaitu :
1. Prinsip konteks, yakni bahwa guru dalam
menyajikan pelajaran hendaknya dapat menciptakan bermacam-macam hubungan dalam
kaitannya dengan bahan pelajaran,
misalnya dengan surat kabar, majalah, atau bahkan lingkungan sekitar. Tanpa ada
konteks pengetahuan satu dengan pengetahuan yang lain, maka pengetahuan siswa
kurang kokoh.
2. Prinsip fokus. Jika dalam prinsip konteks
guru hendaknya menghubungkan materi dengan bahan lain dengan seluas-luasnya,
maka prinsip fokus ini hendaknya guru membahas pelajaran pada topik persoalan
tertentu yang sesuai dengan silabi yang ada.
3. Prinsip sekuen. Prinsip ini menghendaki
adanya sistematisasi urutan pembelajaran, dari yang sederhana ke yang rumit,
dari yang kongkrit ke yang abstrak dari yang umum ke yang khusus dan dari yang
global ke yang lebih terperinci, dan sebagainya.
4. Prinsip evaluasi, yakni evaluasi merupakan
kegiatan integral dalam mengajar. Kegiatan ini dapat mempertinggi efektifitas
belajar, menimbulkan dorongan kepada murid untuk lebih memaksimalkan belajarnya
dan memungkinkan guru dapat memperbaiki metode / strateginya.
5. Prinsip individualisasi, yakni dalam
mengajar hendaknya memperhatikan perbedaan individu murid. Sebagai makhluk
individu, murid mempunyai perbedaan kaarakter, mental, intelegensia, bakat,
minat, dan sebagainya.
6.
Prinsip
sosialisasi. Prinsip ini menekankan guru dalam mengajar hendaknya dapat
menciptakan suasana belajar yang menekankan kerja sama antar murid (dalam
mengatasi masalah, misalnya).
Selain dua pendapat tersebut di atas,
Mandigers mengemukan prinsip-prinsip (yang menurutnya dikatakan sebagai
asas-asas didaktik) yang agak berbeda,
yaitu :
1.
Prinsip
aktivitas mental. Oleh karena belajar adalah aktivitas mental, maka mengajar
harus dapat menimbulkan aktivitas mental. Tidak hanya mendengar, mencamkan, dan
sebagainya, tetapi lebih dari itu, baik aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotornya.
2.
Prinsip
menarik perhatian. Pembelajaran adalah suatu proses, maka jika proses tersebut
tidak menarik, misalnya strateginya monoton atau bahannya tidak kontekstual,
maka pembelajaran akan terasa membosankan.
3.
Prinsip
penyesuaian perkembangan anak. Pembelajaran yang pas dan tepat adalah
disesuaikan dengan perkembangan dan kondisi psikologis anak. Sebagaimana J.A.
Comenius yang mengklasifikasi sekolah dari materna (mengutamakan
hafalan), sekolah vernacula (mengutamakan daya ingat dan latihan
daya pikir), dan akademika (melatih
kemauan)
4.
Prinsip
apersepsi, yakni bahwa dalam mengajar perlu memberikan atau mengaitkan dengan
apa yang sudah diketahui. Jadi menghubungkan dengan materi/pengetahuan
yang sudah diketahui anak dengan
bahan/pengetahuan baru yang akan diajarkan.
5.
Prinsip
peragaan, yakni pengajar perlu
menggunakan alat/media peraga jika akan mengajarkan sesuatu yang abstrak,
sehingga dengan alat peraga tersebut, proses belajar mengajar tidak verbalis.
6.
Prinsip
aktivitas motoris, yakni mengajar hendaknya dapat menimbulkan aktivitas motorik
anak. Belajar yang dapat menimbulkan aktivitas motorik membuat bahan pelajaran
tidak lekas dilupakan dan menimbulkan hasil belajar yang tahan lama.
Prinsip motivasi, yakni dalam mengajar
sangat diperlukan adanya dorongan kepada siswa untuk belajar. Makin kuat
motivasi seseorang dalam belajar, makin optimal mereka dalam melakukan aktivitas
belajar. Dengan kata lain, intensitas belajar sangat ditentukan oleh motivasi.
B.
Pola Interaksi dalam Pembelajaran
Setiap proses interaksi terjadi dalam
ikatan situasi, tidak dalam ruang hampa. Di antara berbagai jenis situasi itu
terdapat satu jenis situasi khusus yaitu situasi pendidikan atau situasi
edukatif, yaitu interaksi yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan,
(Surahmad, 1986, 7).
Dengan interaksi edukatif, dalam arti yang
spesifik dalam bidang pengajaran, dikenal dengan istilah interaksi belajar
mengajar. Dengan kata lain, apa yang dinamakan interaksi edukatif secara khusus
adalah sebagai interaksi belajar mengajar atau pembelajaran.
A.M. Sardiman (1994) yang mengutip
pendapat Edi Suardi dalam bukunya, Pedagogik, menjelaskan tentang ciri-ciri
interaksi pembelajaran sebagai berikut :
1.
Interaksi
pembelajaran memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu
perkembangan tertentu, dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Atau,
interaksi pembelajaran itu sadar akan tujuan.
2.
Ada
suatu prosedur (jalannya interaksi). Agar dapat mencapai tujuan secara optimal,
maka dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur yang sistematis dan
relevan. Sebab, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain
itu diperlukan prosedur yang berbeda.
3.
Ditandai
dengan satu garapan materi khusus. Dalam hal ini, materi harus disusun
sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
termasuk memperhatikan komponen anak didik.
4.
Ditandai
dengan adanya aktivitas siswa. Aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi
interaksi belajar mengajar, sebab siswalah yang melakukan belajar.
5.
Guru
berperan sebagai pembimbing. Dalam perannya sebagai pembimbing ini, guru harus
berusaha menghidupkan dan memberi motivasi agar terjadi proses interaksi yang
kondusif.
6.
Membutuhkan
disiplin. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa langkah-langkah yang ditempuh
oleh pengajar maupun pihak belajar dalam interaksi tersebut harus berjalan
sesuai dengan prosedur yang telah direncanakan.
7.
Ada
batas waktu. Artinya, suatu tempo kapan tujuan yang telah ditentukan itu harus
dicapai/tercapai.
8.
Adanya
unsur penilaian. Hal ini untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan
itu sudah tercapai atau belum lewat interaksi belajar mengajar.
Dengan melihat ciri-ciri tersebut di atas,
maka interaksi belajar mengajar atau pembelajaran mengandung arti adanya
kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di
satu pihak, dengan warga belajar (siswa/subyekbelajar) yang sedang melaksanakan
kegiatan belajar di pihak lain, yaitu guru sebagai pengajar merencanakan dan
melaksanakan pengajaran yang tercermin dalam tujuan pengajaran yang telah dirumuskannya, dan siswa
sebagai subyek belajar yang diharapkan mengalami perubahan perilaku akibat
interaksi pembelajaran tersebut, baik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan,
maupun sikap.
C.
Pola Interkasi dalam Belajar Mengajar
Dalam proses belajar mengajar terjadilah
proses interaksi antara pihak pengajar dengan pihak yang sedang belajar,
sehingga terjadilah hubungan kondusif antara guru dengan siswa. Untuk itulah
bagi seorang guru perlu mengembangkan pola interaksi yang efektif dalam proses
belajar mengajar, karena interaksi belajar mengajar adalah interaksi yang
dinamis antara guru dengan siswa.
Adapun pola-pola interaksi yang dapat
digunakan untuk mengembangkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa adalah
sebagai berikut :
1.
Pola
interaksi satu arah. Dalam pola ini,
guru atau penyampai pesan mempunyai ottoritas yang mutlak, artinya gurulah yang
berperan sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Metode yang
dominan adalah metode ceramah. Sistem pembelajaran semacam ini sering disebut
sebagai one way traffic system, (Robinson, 1988, 21)
Dampak negatif dari pola interaksi ini bahwa pengetahuan yang diterima
siswa cenderung untuk dihafal (verbalisme) untuk persiapan ujian.
2.
Pola
interaksi dua arah. Dalam pola ini, anatara
guru dengan siswa dapat berperan sama, yakni pemberi aksi dan penerima
aksi. Metode yang sering digunakan dalam proses pembelajaran dengan pola
interaksi ini adalah metode tanya jawab. Meskipun demikian, jika guru tidak
waspada, bisa menimbulkan kesan belajar tidak terarah. Guru yang terlalu
berpegang pada pola interaksi ini, misalnya, terus-menerus menggunakan tanya
jawab atau tugas, sehingga sering pembahasan menyimpang dari bahan pelajaran,
dan siswa akan bosan dan akan mencapai titik jenuh dalam mengajukan pertanyaan
atau menjawab pertanyaan guru.
3.
Pola
Interaksi Multi Arah. Pola interaksi ini tidak hanya melibatkan interaksi
dinamis antar guru dengan siswa, tetapi juga bisa melibatkan interaksi dinamis
antara siswa yang satu dengan yang lain. Pembelajaran dengan pola interaksi
semacam ini lebih mengembangkan kegiatan siswa secara optimal sehingga
menimbulkan siswa belajar aktif.
Metode yang paling tepat untuk interaksi ini adalah metode diskusi dan
simulasi, sebab kedua metode tersebut adalah metode yang lebih mementingkan
partisipasi aktif para siswa.
Dalam metode diskusi peran guru adalah sebagai pemimpin diskusi, yang
meliputi :
a.
Sebagai
pengatur lalu lintas, artinya berperan untuk mengumpulkan pendapat dari
tiap-tiap orang, kemudian menjaga agar tidak semua peserta berbicara secara
serentak tapi secara bergilir.
b.
Sebagai
dinding penangkis, artinya senantiasa menerima pertanyaan-pertanyaan dari para
peserta diskusi dan mengembalikannya kepada kelompok, sehingga tidak terjadi
tanya jawab antara pemimpin diskusi dengan para peserta diskusi.
c.
Sebagai
penunjuk jalan, artinya seorang pemimpin diskusi harus memberi
petunjuk-petunjuk umum mengenai arah diskusi.
Dengan demikian, pola interaksi multiarah
ini akan menempatkan guru pada posisi sebagai pemimpin, pembimbing, dan sebagai
fasilitator.
D.
Faktor-faktor yang Harus Dipertimbangkan dalam Menentukan Pola-pola
Interaksi dalam Proses Pembelajaran.
Ketiga pola interaksi tersebut di atas
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, sebab pada dasarnya pola
interaksi tersebut juga dipengaruhi oleh banyak faktor.
Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam menentukan pola interaksi adalah sebagai berikut :
1.
Tujuan
yang ingin dicapai.
Faktor tujuan pembelajaran ini juga amat menentukan pola interaksi ini,
sebab semua tujuan pembelajaran itu menuntut partisipasi aktif secara optimal
dari pihak siswa. Bila seorang guru hanya akan menyampaikan fakta (kenyataan)
yang tidak ada bahan lain yang dapat merangkum fakta tersebut, maka interaksi
satu arah paling tepat. Demikian juga jika siswa yang terlalu banyak atau guru
hanya akan menyimpulkan pokok-pokoknya saja dari suatu materi, maka interaksi
yang efektif adalah interaksi yang pertama., tetapi jika materi yang
problematis dan banyak menuntut partisipasi siswa, maka pola multi arah sangat
tepat.
2.
Sifat
bahan pelajaran.
Bila bahan-bahan pelajaran ini banyak mengandung problematika yang menuntut
pemecahan dari berbagai pihak, maka pola interaksi yang paling tepat adalah
pola multi arah, dengan metode diskusi dan simulasi merupakan metode yang
paling relevan untuk memecahkannya
3.
Sumber
balajar
Faktor sumber belajar juga perlu
dipertimbagkan dalam menentukan pola interaksi tersebut, sebab mana mungkin
menggunakan metode demonstrasi, misalnya, bila tidak ada sarana/fasilitas atau
sumber belajar yang lain. Oleh karena itu, bila sumber belajar tidak ada,
kecuali guru, maka pola yang pertama sangat tepat.
4.
Karakteristik
kelas.
Artinya, banyak sedikitnya jumlah siswa juga amat menentukan pola interaksi
ini. Semakin banyak/besar jumlah siswa yang harus dilayani guru dalam satu
kelas, semakin rendah kualiats pembelajaran, demikian pula sebaliknya. Dengan
demikian, bila siswa cukup banyak, maka pola interkasi yang pertama yang paling
tepat.
5.
Kemampuan
guru.
Bagaimanapun juga, yang namanya proses belajar mengajar sangat berkaitan dengan masalah guru, artinya
bagaimana guru itu memimpin belajar, mengkomunikasikan bahan pelajaran, dan
menilai hasil belajar. Pola interaksi multi arah akan berhasil bila guru terampil
memimpin belajar siswa, sedangkan pola interaksi satu arah akan berhasil bila guru
menguasai materi dan terampil berkomunikasi secara lisan dengan siswa. Oleh
karena itulah mengajar
sesungguhnya sangat situasional, artinya banyak ditentukan oleh situasi dan
kondisi yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Guru yang baik ketika
mengajar di suatu kelas belum tentu baik/berhasil ketika mengajar di kelas yang
lain. Itulah sebabnya ada yang mengatakan bahwa mengajar itu merupakan suatu
seni.
KEDUDUKAN METODE MENGAJAR DALAM SISTEM
PEMBELAJARAN
A.
Pendahuluan.
Kegiatan pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk
mentransformasikan bahan pelajaran kepada subyek belajar. Pada konteks ini guru
berperan sebagai penjabar, penerjemah bahan tersebut supaya dimiliki siswa .
Berbagai upaya dan strategi dilakukan guru supaya bahan/materi pelajaran
tersebut dapat dengan mudah dicerna oleh subyek belajar, yakni tercapainya
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Hasil belajar yang diharapkan ini akan
dicapai manakala seorang guru mampu mengolah dengan baik atau memiliki
seperangkat cara yang tepat. Cara-cara inilah yang disebut metode mengajar.
Istilah metode mengajar sangat berbeda dengan strategi sebagaimana uraian
terdahulu. Pasalnya strategi memiliki makna yang lebih luas dari sekadar metode
ataupun cara mengajar tersebut.
Dalam sistem pembelajaran, metode mengajar
merupakan bagian integral yang tidak bisa dipisahkan, komponen-komponen
pengajaran terjalin sebagai suatu sistem saling berhubugan dan saling
mempengaruhi satu sama lain.
B.
Pengertian Metode Mengajar
Ditinjau dari segi etimologis, metode berasal dari
bahasa Yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku
kata, yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati, dan “hodos” yang
berarti jalan atau cara. Maka metode memiliki arti suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Inggris dikenal term method
dan way yang diterjemahkan dengan metode dan cara, dan dalam
bahasa Arab kata metode diungkapkan dalam berbagai kata seperti kata
al-thariqoh, al-manhaj, dan al-washilah. Al-thariqah
berarti jalan, al-manhaj berarti sistem dan al-washilah berarti
mediator atau perantara. Dengan demikian, kata Arab yang paling dekat dengan
arti metode adalah al-thariqah.
Sedangkan bila ditinjau dari segi
terminologis (istilah), metode dapat dimaknai sebagai “jalan yang ditempuh oleh
seseorang supaya sampai pada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan usaha atau
perniagaan maupun dalam kaitan ilmu pengetahuan dan lainnya”. Lalu apa arti metodologi ? Metodologi berasal
dari bahasa Yunani metodos(cara) dan logos (ilmu), sehingga metodologi berarti
ilmu yang mempelajari tentang metode. Istilah yang paralel dengan metodologi
dan sering digunakan untuk menunjuk arti sejenis adalah strategi, pendekatan,
metode, teknik, dan prosedur. Secara semantik masing-masing
memiliki titik tekan tersendiri.
Berangkat dari pembahasan metode di atas,
bila dikaitkan dengan pembelajaran, dapat digarisbawahi bahwa metode
pembelajaran adalah “suatu cara atau jalan yang ditempuh yang sesuai dan
serasi untuk menyajikan suatu hal sehingga akan tercapai suatu tujuan
pembelajaran yang efektif dan efesien sesuai yang diharapkan”
C.
Jenis-jenis Metode Mengajar
Teramat banyak untuk menyebutkan metode yang
digunakan dalam suatu pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik hendaknya
menggunakan metode secara bergantian atau saling bahu-membahu satu sama lain
sesuai dengan situasi dan kondisi. Masing-masing metode ada kelebihan dan
kelemahannya. Tugas guru adalah memilih di antara ragam metode yang tepat untuk
menciptakan suatu iklim pembelajaran yang kondusif. Ketepatan penggunaan metode
tersebut sangat bergantung pada tujuan pembelajaran.
Ditinjau dari segi penerapannya,
metode-metode pembelajaran ada yang tepat digunakan untuk siswa dalam jumlah
besar dan ada yang tepat untuk siswa dalam jumlah kecil. Ada yang tepat
digunakan di dalam kelas atau di luar kelas. Di bawah ini akan diuraikan secara
singkat metode-metode pembelajaran yang sampai saat ini masih banyak digunakan
dalam proses pembelajaran.
1.
Metode Ceramah
Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Guru memberikan
uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (waktunya
terbatas) dan tempat tertentu pula. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk
memberikan pengertian terhadap suatu masalah. Dalam metode ceramah ini murid
duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa apa yang diceramahkan guru
itu adalah benar. Murid mengutip ikhtisar ceramah semampu murid itu sendiri dan
menghafalnya tanpa ada penyelidikan lebih lanjut oleh guru yang bersangkutan.
2.
Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode pembelajaran yang memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung antara guru dan murid. Guru bertanya dan murid menjawab
atau sebaliknya. Dalam komunikasi ini terlihat ada hubungan timbal balik secara
langsung antar guru dan murid. Manfaat terpenting adalah guru dapat memperoleh
gambaran sejauh mana murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang
telah diceramahkan.
3.
Metode Diskusi
Diskusi pada dasarnya adalah saling menukar informasi, pendapat dan
unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian
bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu atau untuk
mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama. Oleh karena itu, diskusi
bukanlah debat, karena debat adalah perang mulut, beradu argumentasi, beradu
paham, dan kemampuan persuasi untuk memenangkan pahamnya sendiri.
4.
Metode Eksperimen
Metode ini biasaya dilakukan dalam suatu pelajaran tertentu seperti ilmu
alam, ilmu kimia, dan sejenisnya, yang dalam penelitiannya menggunakan metode
yang sifatnya obyektif, baik yang dilakukan di dalam / di luar kelas maupun di
dalam suatu laboratorium tertentu.
5.
Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang menggunakan peragaan-
peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana
melakukan sesuatu kepada anak didik.
6.
Metode Pemberian Tugas dan Resitasi
Yang dimaksud dengan metode ini adalah suatu cara dalam proses pembelajaran
bilamana guru memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas
itu dipertanggungjawabkan kepada guru.
Tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih
luas dari itu. Tugas bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan,
dan di tempat lainnya. Tugas resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik
secara individual maupun kelompok. Oleh karena itu tugas dapat diberikan secara
individual, atau secara kelompok.
7.
Metode Sosio Drama (Role Playing)
Metode sosiodrama atau role playing dapat dikatakan sama artinya. Dan dalam
pemakaiannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasi
tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.
Kalau drama atau sandiwara itu dilakukan oleh sekelompok orang untuk
memainkan suatu cerita yang telah disusun naskah ceritanya dan dipelajari
sebelum dimainkan. Pelakunya harus memahami lebih dahulu tentang peranan
masing-masing yang akan dibawakan.
Sedangkan metode sosiodrama juga sama dengan drama atau sandiwa, akan
tetapi tidak disiapkan naskahnya lebih dahulu. Tidak pula diadakan pembagian
tugas yang harus mengalami latihan terlebih dahulu.
8.
Metode Drill (latihan)
Penggunaan istilah drill “latihan” sering disamakan dengan istilah
“ulangan”. Padahal maksudnya berbeda.
Latihan bermaksud agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat dimiliki dan
dikuasai sepenuhnya oleh peserta didik. Sedangkan ulangan hanyalah untuk
sekedar mengukur sejauh mana dia telah menyerap pembelajaran tersebut.
9.
Metode Kerja Kelompok
Apabila guru dalam menghadapi anak didik di kelas merasa perlu membagi-bagi
anak didik dalam kelompok-kelompok untuk memecahkan masalah atau menyerahkan
suatu pekerjaan yang perlu dikerjakan bersama-sama, maka cara tersebut
dinamakan “metode Kerja Kelompk”.
10.
Metode Proyek
Metode ini disebut juga dengan tehnik pembelajaran unit. Anak didik
disuguhi bermacam-macam masalah dan anak didik menghadapi masalah tersebut
bersama-sama dengan mengikuti langkah-langkah tertentu secara ilmiah, logis dan
sistematis. Cara demikian adalah tehnik yang modern, karena murid tidak bisa
begitu saja menghadapi persoalan tanpa pemikiran-pemikiran ilmiah.
11.
Metode Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Metode ini merupakan suatu metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk
mencari dan memecahkan persoalan-persoalan tertentu. Metode ini bukan hanya
sekedar metode pembelajaran biasa tetapi juga merupakan metode berpikir, sebab
dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode yang lainnya yang dimulai
dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
12.
Metode Sistem Regu (Team Teaching)
Team teaching pada dasarnya ialah metode mengajar dengan
cara dua orang guru atau lebih bekerja sama mengajar sebuah kelompok siswa.
Sistem regu banyak macamnya, sebab untuk satu regu tidak senantiasa berisi guru
secara formal saja, tetapi dapat juga melibatkan orang-orang luar yang dianggap
perlu sesuai denga keahlian yang dibutuhkan.
13.
Metode Karyawisata (Field-trip)
Metode karyawisata merupakan perjalanan atau pesiar yang dilakukan oleh
peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Terutama pengalaman secara
langsung dan merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah’
Karyawisata dalam arti perjalanan mempunyai arti sendiri yang berbeda
dengan karya wisata dalam arti umum. Karyawisata di sini adalah kunjungan di
luar kelas dalam rangka belajar. Sebagai contoh, mengajak siswa ke balai desa
untuk mengetahui jumlah penduduk dan sususunannya pada desa tersebut, selama satu
jam pelajaran. Jadi karyawisata di atas tidak mengambil tempat yang jauh dari
sekolah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Karyawisata dalam waktu yang lama
dan tempat yang jauh disebut study tour/rihlah ilmiah.
14.
Metode Resource Person (Manusia Sumber)
Yang dimaksud dengan metode ini ialah orang luar (bukan guru) memberikan
pelajaran kepada siswa. Orang luar ini diharapkan mempunyai keahlian khusus,
misalnya Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) pertanian diminta untuk memberikan
penjelasan tentang manfaat pupuk organik di depan siswa. Orang luar tadi bisa
dikunjungi di tempat ia bekerja. Jadi siswa
pergi ke tempat resource person, atau sebaliknya , yaitu resource person
diundang ke kelas (resource visitor).
15.
Metode Survai Masyarakat
Pada dasarnya survai berarti
cara untuk memperoleh informasi atau keterangan dari sejumlah unit tertentu
dengan jalan observasi dan komunikasi langsung. Masalah-masalah yang dipelajari
dalam survai adalah masalah-masalah sosial. Untuk mempelajari masalah-masalah
sosial atau masalah yang terjadi pada masyarakat dapat dilakukan dengan survai
dan wawancara.
16.
Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura-pura atau
berbuat seolah-olah. Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang
pura-pura. Dengan demikian simulasi dalam metode pembelajaran dimaksudkan
sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang
bersifat pura-pura atau melalui proses tingkah laku imitasi. Atau bermain peran
mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan yang
sebenarnya.
D.
Strategi dan Tehnik Penggunaan Metode Pembelajaran
Strategi di sini berbeda dengan metode.
Kalau metode itu berkaitan langsung dengan pembelajaran , maksudnya berkait
langsung antar guru dan siswa dalam suatu pembelajaran, maka strategi di sini
berfungsi mengatur ketepatan penggunaan berbagai metode dalam pembelajaran
tersebut.
Jadi seorang guru di samping harus
menguasai berbagai metode pembelajaran dia juga harus menguasai tehnik dan
strategi agar metode yang telah dikuasainya itu bisa diterapkan dengan tepat
dalam suatu pembelajaran. Karena begitu pentingnya suatu pembelajaran bagi anak
didik dalam kehidupannya, maka menjadi penting pulalah agar proses pembelajaran
itu bisa berjalan dengan lancar, eefektif dan efesien.
Meski dalam proses pembelajaran dewasa ini
peran murid juga sangat dominan, tetapi guru tetap saja menjadi penentu
suksesnya suatu pembelajaran. Bahkan seringakali guru dijadikan salah satu
personal yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembelajaran.
Agar metode-metode tersebut bisa lebih
akurat maka harus memperhtikan beberapa prinsip sebagai erikut :
1.
Individualitas
Sejak lahir ke dunia, anak sudah memiliki kesanggupan berpikir (cipta),
kemauan (karsa), perasaan (rasa)dan kesanggupan luhur yang dapat menghubungkan
manusia dengan Tuhannya. Kesanggupan-kesanggupan itu tidak sama bagi setiap
anak. Ada juga faktor luar seperti pengaruh keluarga, kesempatan belajar,
metode pembelajaran dan sebagainya, semakin menambah perbedaan kesanggupan
murid. Perbedaan itu dapat dilihat pada :
a.
Perbedaan
umur (usia kalender)
b.
Perbedaan
intelegensi
c.
Perbedaan
kesanggupan dan kecepatan
2.
Kebebasan
Setiap anak harus dapat mengembangkan diri dengan bebas. Untuk itu anak
harus dibimbing sedemikian rupa sehingga dengan membimbing keaktifan mereka
secara baik, mereka akan sanggup berdiri sendiri. Sebaliknya, kalau guru
menguasai murid-murid dan memaksakan kehendaknya kepada mereka, maka mereka
akan menjadi orang yang sangat bergantung kepada orang lain dan tidak punya
inisiatif.
3.
Lingkungan
Manusia lahir ke dunia dalam suatu
lingkungan dengan pembawaan tertentu. Pembawaan yang potensial itu tidak
spesifik melainkan bersifat umum dan dapat berkembang menjadi bermacam-macam
kenyataan akibat interaksi dengan lingkunganya. Pembawaan menentukan
batas-batas kemungkinan yang dapat dicapai oleh seseorang, akan tetapi
lingkungan menentukannya menjadi seseorang individu dalam kenyataan.
Pembawaan dan lingkungan bukanlah hal yang bertentangan, melainkan saling membutuhkan.
Lingkungan yang buruk dapat merintangi pembawaan yang baik, tetapi lingkungan
yang baik tidak dapat menjadi pengganti suatu pembawaan yang baik.
Dari kenyataan tersebut di atas, timbul pertanyaan; “dalam hal apa faktor
pembawaan dan lingkungan lebih menentukan ?”. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan
para psikologi diperoleh petunjuk bahwa faktor pembawaan lebih menentukan dalam
hal intelegensi, fisik, reaksi pengindraan; sedangkan faktor lingkungan lebih
berpengaruh dalam hal pembentukan kebiasaan, kepribadian dan nilai-nilai.
Kejujuran, gembira, murung dan ketergantungan kepada orang lain sangat
dipengaruhi proses pembelajaran.
4.
Globalisasi
Prinsip globalisasi diterapkan dalam pembelajaran sebagai akibat dari
pengaruh psikologi Gestalt dan psikologi totalitas. Perkataan “Gestalt” berasal
dari bahasa Jerman yang berarti bentu atau rupa.
Psikologi gestalt mengemukakan bahwa bentuk itu lebih banyak artinya
daripada jumlah unsur-unsurnya, dan arti tiap-tiap unsur ditentukan oleh
kedudukannya dalam bentuk. Psikologi totalitas mengemukakan tentang pengamatan
anak sebagai berikut : Pada waktu anak mengamati sesuatu untuk pertama kalinya,
terbentuklah suatu gambaran yang menyeluruh (global) tetapi kabu (
bagian-bagiannya tidak jelas). Sesudah pengamatan itu diulang, gambaran yang
kabur tadi menjadi lebih terang, bagian-bagiannya semakin jelas.
5.
Pusat-pusat Minat
Dalam kehidupan sehari-hari sering tidak dibedakan antara perkataan minat
dan perhatian, walaupun keduanya berbeda. Minat adalah kecenderungan jiwa yang
tetap ke arah sesuatu yang sangat berharga bagi seseorang. Semua yang berharga
bagi seseorang adalah yang sesuai dengan kebutuhannya. Sementara perhatian itu
memegang peranan sangat penting dalam proses pembelajaran. Kalau bahan pelajaran
diambil dari pusat-pusat minat anak, dengan sendirinya perhatian spontan akan
timbul, sehingga pembelajaran akan berlangsung dengan sangat baik.
6.
Aktivitas
Mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman itu
sendiri hanya mungkin diperoleh bila murid itu dengan keaktifan sendiri
bereaksi terhadap lingkungannya. Guru dapat membantu anak itu belajar, tetapi
guru tidak dapat belajar untuk anak itu. Kalau seorang murid ingin memecahkan
suatu masalah, ia harus berpikir menurut langkah-langkah tertentu; kalau ia
ingin menguasai suatu ketrampilan, ia harus berlatih mengkoordinasikan
otot-otot tertentu; kalau ia ingin memiliki sikap-sikap tertentu, ia harus
memiliki sejumlah pengalaman emosional.
7.
Motivasi
Belajar dan motivasi selalu mendapatkan perhatian khusus bagi mereka pelaku
pembelajaran. Istilah motivasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan
situasi. Akan tetapi dalam uaraian ini lebih diarahkan pada motivasi dalam
bidang pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran.
Masalah-masalah yang dihadapi guru adalah mempelajari bagaimana
melaksanakan motivasi secara efektif. Guru harus senantiasa mengingat bahwa
setiap bahwa setiap motif yang baru harus tumbuh dari keadaan anak sendiri,
yaitu dari motif-motif yang dimilki, dorongan-dorongan dasarnya,
sikap-sikapnya, minatnya, penghargaannya, cita-citanya, tingkah lakunya, hasil
belajarnya dan sebagainya. Motivasi sebagai suatu proses, mengantarkan murid
kepada pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka dapat belajar.
8.
Pengajaran Berupa
Dalam pengajaran
berupa diusahakan agar murid mengamati sesuatu dengan teliti dan penuh
perhatian. Dengan kata lain, dalam pengajaran berupa anak-anak memperoleh
pengetahuan yang bafru terutama dengan pertolongan alat drianya. Perangsang-perangsang dari luar
termasuk bahan-bahan pengajaran meninggalkan bekas atau tanggapan yang terang,
tahan lama dalam ingatan dan mudah direproduksikan bila masuk ke dalam jiwa
melalui alat dria.
9.
Korelasi dan Konsentrasi
Dalam pembicaraan tentang prinsip globalisasi dan pusat-pusat minat sudah
dijelaskan bahwa pengetahuan anak tidaklah berpisah-pisah seperti pada
pemisahan bidang-bidang studi, melainkan suatu kesatuan yang bulat.
Pengetahuan-pengetahuan tentang dunia luar yang tersimpan di dalam jiwa
seseorang berhubung-hubungan satu sama lain, bahkan luluh menjadi satu.
E.
Hubungan Metode Mengajar dalam Sistem Pembelajaran
Suatu metode mengajar sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor atau komponen=komponen tujuan, bahan, anak didik, fasilitas,
penilaian, dan pribadi guru itu sendiri. Komponen-komponen tersebut saling
berkaitan dalam mencapai tujuannya. Inilah yang disebut sebagai sistem.
Selanjutnya akan diuraikan berbagai
hubungan erat antara komponen metode mengajar tersebut dengan faktor-faktor
tujuan, bahan, fasilitas, siswa, guru, dan penilaian.
1.
Hubungan Metode Mengajar dengan Tujuan Pembelajaran
Tujuan merupakan komponen utama yang terlebih dahulu dirumuskan guru dalam
pembelajaran. Peranan tujuan sangat penting karena akan menentukan arah
pembelajaran. Dengan tujuan yang jelas dan operasional, dapat ditetapkan bahan
pelajaran yang menjadi isi kegiatan pembelajaran, dan bahan inilah yang
diharapkan dapat mewarnai metode pembelajaran.
Keuntungan utama dirumuskannya tujuan secara jelas adalah :
a.
Dapat
membantu guru dalam mengadakan penilaian pendahuluan terhadap kegiatan-kegiatan
pembelajaran. Dengan model ini dapat dipilih kegiatan guru dan siswa yang
memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan-tujuan instruksional bagi siswa.
b.
Dapat
memberikan kemungkinan kepada guru untuk lambat laun memperbaiki rencana
program pembelajarannya. Jadi, dengan model seperti ini memungkinkan guru dalam
waktu tertentu untuk mengubah prosedur pengajarannya, manakala dinilai tidak
membawa pengajaran yang efektif. Dengan mengacu pada tujuan, pembelajaran akan
memiliki standar yang jelas, yang dapat dipakai sebagai dasar untuk
memodifikasi prosedur-prosedur pengajarannya.
Metode mengajar sebagai subsistem dalam pengajaran ini berperan sebagai
jembatan, media transportasi dari tercapainya tujuan tersebut, sehingga setiap
tujuan instruksional yang berkaitan dengan bahan pelajaran tertentu dan
membutuhkan alat atau media transformasi bisa fungsional.
Dengan demikian tujuan pembelajaran menuntut dipilihnya metode yang relevan
dalam praktek pengajarannya. Misalnya, tujuan pengajaran berupa ketrampilan
melakukan gerakan tertentu mesti dapat diocapai lewat penggunaan metode
demonstrasi, tugas, dan latihan kerja. Tujuan pengajaran yang bersifat afektif
mesti dicapai lewat langkah-langkah metode tertentu seperti pembiasaan,
partisipasi dan sebagainya.
2.
Hubungan Metode Mengajar dengan Bahan Pengajaran
Perlu ditegaskan bahwa sistem pengajaran berkiblat pada tujuan pengajaran,
bukan pada bahan pengajaran. Bahan pengajaran adalah obyek yaqng dialami siswa
dalam pengalaman belajarnya. Dengan kata lain, tujuan yang akan dicapai siswa
diwarnai dan dibentuk oleh bahan pengajarannya.
Secara umum sifat bahan pelajaran dapat dibedakan menjadi beberapa
kategori, yaitu fakta, konsep, prinsip, dan ketrampilan. Atau fakta, konsep,
prinsip dan prosedur, bisa pula fakta, konsep, prinsip dan pemecahan masalah.
(Nana Sudjana, 1980:67, Abdul Ghofur, 1980: 88, Mudhofir, 1993: 113).
Dalam konteks pengajaran, sifat-sifat bahan tersebut bervariasi, yaitu :
a.
Bahan
pengajaran dapat digolongkan menjadi sukar dan mudah dikuasai siswa.
b.
Bahan
yang tergolong abstrak dan yang didukung pengalaman hidup siswa sehari-hari.
c.
Bahan
yang be4
d.
rsifat
teoritis dan praktis.
e.
Bahan
yang bersifat dasar dan pengembangan.(Samana, 1992: 125)
Melihat keberagaman sifat dari bahan
pengajaran tersebut, maka seorang guru dalam memilih metode mengajar harus
mempetimbangkan jenis atau sifat bahan pengajaran yang akan dijalani siswa,
seperti bahan yang cenderung bersifat direktif maka dalam mengelola
pengajarannya dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan demonstrasi,
sementara bahan pengajaran yang didukung oleh kekayaan lingkungan sekitar siswa
memberi peluang para guru untuk mengikutsertakan siswa secaraaktif dalam
kegiatan observasi langsung, kerja kelompok, berdiskusi, dan praktikum.
Jadi jelas bahwa pemilihan metode perlu mempertimbangkan sifat bahan
pengajaran, dan kecakapan guru dalam memilih serta melaksanakan metode mengajar
banyak dipengaruhi oleh keluasan serta kedalaman penguasaan bahan.
3.
Hubungan Metode Mengajar dengan Fasilitas Pengajaran
Tidak dapat dielakkan lagi bahwa fasilitas yang memadai dalam suatu sekolah
akan menjamin tercapainya proses pembelajaran yang efektif. Yang dimaksud
dengan fasiitas di sini yaitu sarana dan prasarana yang tersedia seperti
berbagai alat peraga, laboratorium, perpustakaan, dan alat-alat audio visual
lain. Jika guru mengajar di suatu sekolah yang kondisi fasilitasnya lengkap,
siap pakai, dan sesuai dengan jenis sekolah serta jenis bidang studi atau mata
pelajaran dalam kurikulumnya, maka kondisi yang ideal itu memberi dorongan
serta peluang bagi guru tersebut untuk secara kreatif serta bervariasi
mempertimbangkan, memilih, dan
melaksanakan berbagai metode pengajaran dalam rangka mengoptimalkan proses
serta hasil belajar siswanya.
Kebaalikannya, jika kondisi fasilitas sekolahnya minimal, akan banyak
menghambat pilihan-pilihan metodologi pengajarannya dan akhirnya merugikan
perkembangan siswa dalam belajar. Sebagai contoh, hubungan antara metode
mengajar dengan fasilitas pengajaran adalah guru yang merancang pengajarannya
dengan metode eksperimen tidak akan berjalan jika alat untuk eksperimen tidak
ada. Oleh karena itu, maka pengajaran tersebut lebih cocok menerapkan metode
demonstrasi daripada metode eksperimen.
4.
Hubungan Metode Mengajar dengan Siswa
Proses pengajaran
diusahakan demi kelancaran belajar siswa dalam optimalisasi perkembaangannya.
Jadi, posisi dan peranan siswa sangat sentral dalam sistem pengajaran, oleh
karena itu kondisi-kondisi serta kebutuhan siswa menjadi tolok ukur pemilihan
unsur pengajaran, termasuk metodenya. Pemilihan serta penggunaan metode mesti
mempertimbangkan diri siswa, yaitu seberapa jauh siswa dapat diikutsertakan
dalam proses pembelajaran. Jika guru menghadapi kelompok siswa yang besar dan
tujuannya bersifat informatif, maka metode pengajarannya adalah ceramah dan
tanya jawab, demikian juga jika guru adalah seorang ahli ceramah yang baik
sehingga dapat memberikan motivasi kepada siswa-siswanya.
5.
Hubungan Metode Mengajar dengan Guru
Guru adalah sosok manusia yang memiliki berbagai keeunikan tertentu,
dilihat dari segi intelektualitas, sosial ekonomi, maupun filsafat hidupnya
masing-masing, termasuk akumulasi pengetahuannya. Jika ditinjau dari kawasan
metodologis, posisi serta peran seorang guru dalam pengajarannya adalah sebagai
fasilitator, organisator, dan model bagi siswa. Oleh karena itu, suatu metode
yang dikatakan baikoleh seorang guru tertentu, belum pasti efektif bila dipakai
atau dipergunakan oleh guru yang lain ataupun oleh guru yang sama dalam kelas
yang berbeda pun hasilnya akan berbeda.
Kecakapan metodologis seorang guru tergantung penguasaan pengetahuan yang
mendasarinya, kematangan, latihan, dan kesediaan mengembangkannya juga,
berdasarkan tuntutan situasi kongkrit yaang dihadapi serta penunjangnya.
Guru akan menggunakan metode ceramah dalam pengajarannya jika guru tersebut
penguasaan bahasa lisannya baik dan cakap menggunakan alat-alat bantu yang
diperlukan dalam pengajarannya. Guru yang melaksanakan metode eksperimen di
laboratorium dituntut cakap serta berwibawa dalam mengorganisir siswanya, dan
yang jelas guru tersebut harus cakap dalam mengoperasionalkan peralatan
praktikum dan eksperimen, termasuk usaha-usaha perawatan daan cara-cara
menghindari kerugian dan bahaya yang mungkin timbul selama praktikum.
6.
Hubungan Metode Mengajar dengan Penilaian
Dalam komponen sistem pengajaran, penilaian berfungsi sebaagai indikaator
tentang keberhasilan dari semua komponen yang lain, termasuk eefektif/tidaknya
metode yaang diterapkaan. Penilaian merupakan fungsi kontrol terhadap semua
aspek sistem. Baik/tidaknya aspek-aspek sistem tersebut dapat dilihat dari segi
penilaian.
Ivor K. Davies dalam bukunya “Pengelolaan Belajar” mengatakan bahwa dalam
penilaian dapat memungkinkan kita untuk :
a.
Mengukur
kompetensi atau kapabilitas siswa, apakah mereka telah merealisasikan tujuan
yang telah ditentukan.
b.
Menentukan
tujuan mana yang belum direalisasikan, sehingga tindakan perbaikan yang cocok
dapat diadakan.
c.
Memutuskan
rangking siswa dalam hal kesuksesan
mencapai tujuan yang telah disepakati.
d.
Memberi
informasi kepada guru tentang cocok tidaknya strategi/metode yang digunakan,
dan
e.
Merencanakan
prosedur untuk memperbaiki rencana pelajaran dan menentukan apakah sumber
belajar tambahan perlu digunakan. (Davies, 1991:294)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa dengan kegiatan penilaian itu
dapat dijadikan sebagai kontrol
terhadap aspek-aspek sistem, termasuk metode atau strategi yang digunakan. Oleh
karena itu, pelaksaan penilaian harus memperhatikan metode/strategi penyampaian
materi. Misalnya, jika penilaian berupa tes perbuatan (performance test),
maka siswa perlu dibimbing belajarnya dengan menggunakan metode demonstrasi,
latihan dan observasi. Demikian juga jika tes obyektif, maka metode mengajar
yang tepat cenderung ceramah dan tanya jawab.
MENGENAL TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS/INDIKATOR
PENCAPAIAN SEBAGAI PEDOMAN GURU MENGAJAR
A.
Pendahuluan
Di dalam dunia pendidikan pada umumnya dan dunia
pengajaran pada khususnya, kita mengenal secara herarkhis tujuan-tujuan
pendidikan dari mulai tujuan yang masih umum yaitu tujuan pendidikan nasional
kemudian tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.
Dari tujuan-tujuan tersebut, pada akhirnya
adalah untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana termaktub
dalam pembukaan UUD 1945.
Secara herarkhis tujuan yang paling tinggi
adalah tujuan pendidikan nasional, yakni gaambaran tentang warga negara
Indonesia yang berkepribadian nasional, beriman dan bertaqwa. Sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan
bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupaan banagsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, dan kepribadiaan
yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
(UUSPN No. 2 tahun 1989 diperbaharui dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun
2003).
Untuk membentuk insan-insan sebagaimana
yang diharapkan oleh sistem pendidikan nasional tersebut, tidak mungkin
berjalan tanpa adanya suatu lembaga yang mencetaknya. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional, diperlukan lembaga-lembaga pendidikan. Dan
masing-masing lembaga ini mempunyai tujuan sendiri-sendiri yang relevan dengan
tujuan pendidikan nasional yang dikenal dengan tujuan institusional. Tujuan
institusional ini wujudnya adalah tamatan sekolah/madrasah yang mampu
melaksanakan pekerjaan tertentu atau mampu lebih lanjut menjadi tenaga
profesional dalam bidang tertentu dan pada jenjang tertentu pula, misalnya
SD,MI, SMP/MTs,SMA/MA, dan PT.
Selanjutnya, untuk mencapai tujuan
institusional, masing-masing lembaga mempunyai seperangkat bahan/materi yang dikenal dengan istilah
bidang studi atau mata pelajaran, yang dalam hal ini disebut tujuan kurikuler.
Adapun pencapaian tujuan kurikuler ini ialah bila siswa telah menyelesaikan
suatu disiplin mata pelajaran tertentu yang dipelajarinya. Oleh karena itu,
tujuan masing-masing mata pelajaran atau bidang studi disebut juga tujuan
kurikuler.
Kemudian masing-masing bidang studi/mata
pelajaran tertentu mempunyai pokok bahasan atau subpokok bahasan yang
disampaikan guru pada saat pengajaran itu berlangsung. Bilamana pengajaran itu
berlangsung sampai selesai, maka telah tercapailah tujuan instruksional, yang
istilah sekarang lebih dikenal dengan tujuan pembelajaran khusus (TPK), yaitu
tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingakat pengajaran, dan wujudnya
adalah siswa telah berubah pengetahuannya, ketrampilannya, dan sikapnya. Karena
pengajaran itu mencakup aspek –aspek kognitif, psikomotor dan afektif.
Keempat tujuan pendidikan tersebut
semuanya saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain di mana tujuan yang
lebih rendah harus senantiasa konsisten dengan tujuan ya ng lebih tinggi,
sebagai penyambung dan penunjang tercapainya tujuan yang lebih tinggi dan
berkorelasi serta bermuara pada tujuan yang lebih tinggi.
Dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan
tersebut, maka tugas seorang guru adalah penjabar pertama dan utama dari tujuan
pendidikan nasional. Karena tujuan pendidikan nasional dijabarkan oleh tujuan
kurikuler, maka tujuan kurikuler dijabarkan oleh tujuan instruksional.
Selanjutnya tugas guru adalah menjabarkan tujuan instruksional tersebut ke
dalam tujuan instruksional khusus yang llebih operasional, yang selanjutnya
ditransformasikan kepada para peserta didik.
Mengenai tujuan instruksional atau
pembelajaran ini ada dua, yaitu tujuan pembelajaran umum yang sudah terdapat
dalam kurikulum masing-masing bidang studi/mata pelajaran. Tujuan pembelajaran
umum ini masih bersifat umum dan belum operasioanal. Kata kerja nonoperasional
adalah kata kerja yang menyatakan tingkah laku akal dan perasaan manusia yang
bersifat abstrak, bukan tingkah laku atau tindakan yang bersifat kongkrit.
Dalam kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi istilah ini disebut
sebagai kompetensi dasar. Adapun tujuan pembelajaran khusus (TPK) dalam
kurikulum 2004 disebut atau sama istilahnya dengan Indikator Pencapaian (IP).
Pelaksaan pembelajaran berfungsi sebagai rambu-rambu seorang guru dalam
mengajar agar tidak menyimpang dari pokok bahasan serta merupakan tingkah laku
yang diharapkan dimiliki siswa setelah berakhirnya proses belajar mengajar.
Atau merupakan hasil belajar siswa yang diharapkan.
Dengan menggunakan tujuan pembelajaran
khusus (TPK) atau indikator pencapaian (IP) yang jelas dan benar, maka ada
beberapa keuntungan yang dapat diperoleh, antara lain :
1.
Waktu
mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat,
2.
Pokok
bahasan dapat dibuat seimbang sehingga tidak ada materi pelajaran yang dibahas
terlalu mendalam atau terlalu dangkal,
3.
Guru
dapat menerapkan berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau sebaiknya
disajikan dalam setiap jam pelajaran,
4.
Guru
dapat menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secata tepat. Artinya,
peletakan masing-masing materi pelajaran akan memudahkan siswa dalam
mempelajari isi pelajara,
5.
Guru
dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi mengajar yang cocok
dan menarik,
6.
Guru
dapat dengan mudah, tepat, dan cukup waktu untuk mempersiapkan berbagai
keperluan peralatan maupun bahan yang diperlukan dalam belajar,
7.
Guru dapat dengan mudah mengukur keberhasilan
siswa dalam belajar, dan
8.
Guru dapat menjamin bahwa hasil belajar siswa
akan lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan instruksional
yang je las. (Sujarwo, 1989: 103-104)
Selanjutnya Davies menjelaskan mengenai
keuntungan-keuntungan menggunakan TPK/IP secara baik dengan mengungkapkan
beberapa alasan mengapa perlu merumuskan tujuan pembelajaran khusus/indikator
tersebut. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain :
1.
Membatasi
tugas dan menghilangkan segala kekaburan dan kesulitan dalam penafsiran,
2.
Menjamin
dilaksanakannya proses pengukuran dan penilaian yang tepat dan kerenanya dapat
membantu dalam menetapkan kualitas dan efektifitas pengalaman belajar siswa,
3.
Memungkinkan
guru dan siswa dapat membedakan di antara macam dan kelompok tingkah laku yang
berbeda-beda, dan karenanya dapat membantu mereka dalam merumuskan strategi
yang paling optimal untuk keberhasilan belajar, dan
4.
Merupakan
suatu rangkuman yang lengkap untuk pelajaran yang akan diberikan dan dapat
berfungsi sebagai pedoman awal untuk belajar. (Davies, 1991: 96-97).
B.
Komponen-komponen
Tujuan Pembelajaran Khusus.
Dalam kegiatan pembelajaran seorang guru
dituntut untuk merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat yang menggambarkan
tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan apat dimiliki oleh siswa setelah
berakhirnya pembelajaran.
Untuk mencapai hasil yang optimal, maka
tujuan pembelajaran khusus harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga bersifat
sangat khusus, hanya menunjukkan satu pengetahuan atau ketrampilan saja.
Berpusat kepada siswa artinya langsung menunjuk pada kepentingan siswa,
menunjuk pada suatu kondisi atau situasi tertentu dalam kondisi apa tujuan yang
dimaksud dapat tercapai serta menunjuk pada suatu tingkat atau ukuran yang
telah ditentukan. (Arikunto, 1980:16).
Dari pebjelasan tersebut di atas, maka komponen-komponen
tujuan pembelajaran adalah sebagi berikut :
1.
Siswa
atau performer. Siswa
atau subyek belajar (peserta didik) yang melakukan perbuatan belajar. Perumusan
tujuan pembelajaran khusus hendaknya menyebutkan secara jelas siapa yang akan menunjukkan
atau mendemonstrasikan hasil belajar, yakni yang melakukan kegiatan belajar.
2.
Tingkah
laku atau perbuatan.
Perbuatan itu merupakan predikat dari subyek, dan dinyaatakan oleh kata kerja
operasional. Perbuatan itu diharapkan terjadi bila pelaku/subyek telah
menyelesaikan suatu program pengajaran.
3.
Kondisi. Kondisi di sisni adalah syarat-syarat atau keadaan suasana yang meliputi perbuatan
itu. Mungkin kita meminta anak agar perbuatan itu dapat dilakukan dalam
keadaan atau suasana tertentu atau menurut
syarat-syarat tertentu. Komponen kondisi ini memperjelas kedudukan suatu
perbuatan atau memberi keterangan, dan dalam keadaan bagaimana, untuk pemenuhan
syarat-syarat apa, di mana, bilamana dan seterusnya.
4.
Kriteria. Kondisi merupakan penjelasan dari suatu
perbuatan, tetapi penjelasan itu tidak final, artinya masih dapat dipertajam
atau dipersempit sehingga diperoleh kepastian yang meyakinkan pengamat bahwa
perbuatan itu benar-benar dapat diukur. Jadi, kriteria itu merupakan keterangan
dari komponen kondisi, sebagai tuntunan minimal dan merupakan standar
pengukuran keberhasilan pencapaian tujuan.
Keempat komponen tersebut tidak selalu serempak terdapat dalam TPK/IP. Ada
TPK yang cukup tanpa keterangan kondisi,
maupun kriteria.
C.
Persyaratan-persyaratan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Di samping komponen-komponen tersebut di
atas, TPK juga mempunyai syarat-syarat tertentu, antara lain :
1.
Rumusan
tujuan berpusat pada perubahan tingkah laku sasaran didik/siswa. Hal ini disebabkan tujuan pengajaran
pada dasarnya untuk siswa bukan untuk guru. Perubahan tingkah laku di sisni
adalah tingkah laku atau perbuatan yang tidak dimiliki sebelum terlibat dalam
proses pembelajaran. Perbuatan itu berbentuk kemampuan-kemampuan baru, karena
itu di depan kata siswa langsung dibubuhkan kata mampu atau dapat.
2.
Rumusan
tujuan pengajaran harus berisikan tingkah laku operasional. Tingkah laku operasional artinya tingkah
laku yang dapat diukur, dan tidak bisa ditafsirkan dengan hal-hal lain. Seperti
menyebutkan, menjelaskan, membedakan, dan sebagainya. Adapun tingkah laku
yang tidak operasional yaitu tingkah laku yang masih kabur dan belum bisa
diukur seperti memahami, menghayati, menafsirkan, merasakan dan sebagainya.
3.
Rumusan
tujuan berisikan makna dari pokok bahasan yang kan diajarkan saat itu, misalnya
pokok bahasan “transmigrasi dan urbanisasi”. Maka TPK-nya harus berisikan makna tema
tersebut, misalnya siswa dapat membedakan transmigrasi dengan urbanisasi.
4.
Rumusan
tujuan hanya melukiskan satu jenis tingkah laku/perbuatan. Untuk memudahkan pengamatan atau
pengukuran, maka setiap TPK hanya mengandung satu jenis perbuatan. Artinya, TPK
dilukiskan dalam sebuah kalimat yang hanya mengandung satu kata kerja
operasional. Dengan demikian, harus dihindarkan perumusan yang majemuk, yaitu
perumusan yang mengandung dua perbuatan atau lebih yang diungkapkan dalam
kalimat majemuk. (Adiwinata, 1979:103).
D.
Taksonomi Tujuan Pembelajaran Khusus
Hasil belajar yang dicapai siswa sangat
erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru
sebelumnya. Untuk itu guru dituntut menguasai taksonomi hasil belajar yang
selama ini dijadikan pedoman dalam perumusan tujuan instruksional.
Tujuan instruksional khusus atau tujuan
khusus pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga domain (ranah), yaitu :
1.
Cognitive
Domain (ranah kognitif), yaitu berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual. Menurut Bloom segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah
termasuk ke dalam ranah kognitif, seperti pengetahuan, pengertian, dan
ketrampilan berpikir.
2.
Affective
Domain (ranah afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan
dan emosi, seperti, minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.
Psychomotor
Domain (ranah psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
ketrampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang dan
mengoperasikan mesin
Beberapa istilah lain yang juga
menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti
yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu cipta, rasa, dan
karsa. Selain itu, juga dikenal istilah penalaran, penghayatan, dan
pengamalan ( pikir, dzikir, dan
amalussolih).
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali
menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara herarkis
(bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang
paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga
tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, misalnya dalam ranah kognitif, untuk
mencapai “pemahaman” yang berada pada tingkat kedua juga diperlukan
“pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
1.
Ranah kognitif
Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir mulai dari jen
jang terendah sampai jenjang yang tertinggi, yang meliputi :
a.
Pengetahuan
(knowledge)
Berisi kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,
fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, ddan sebagainya.
Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yang
berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi kualitas,
karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk.
b.
Pemahaman
(comprehension).
Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan
penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan
kemampuannya mengerti makna dari
informasi yang diperoleh baik berupa fakta, konsep, dan prinsip.
c.
Penerapan
(aplication).
Pada tingkat ini, siswa memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan,
prosedur, metode rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja.
d.
Analisis
(analysis).
Kemampuan untuk memilah sebuah informasi ke dalam komponen-komponen
sedemikian hingga hirarki dan keterkaitan antar ide dalam informasi tersebut
menjadi tampak dan jelas.
e.
Sintesis
(synthesis)
Kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi
keseluruhan yang terpadu. Termasuk di dalamnya
kemampuan merencanakan eksperimen, karya tulis (laporan, artikel),
menyusun cara baru untuk mengklarifikasikan obyek, peristiwa dan
informasi-informasi lainnya.
f.
Evaluasi
(evaluation)
Kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan
berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Misalnya memilih rumusan
yang didukung oleh data.
2.
Ranah afektif.
Pembagian ranah ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol. Ranah ini
meliputi :
a.
Penerimaan
(receiving/attending). Mengacu pada kesukarelaannya dan kemampuannya
memperhatikan dan memberikan respon terhadap stimulasi yang tepat.
b.
Tanggapan
(responding/pemberian respon). Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di
lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan
tanggapan.
c.
Penghargaan/penilaian
(valuing). Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu obyek,
fenomena, atau tingkah laku.penilaian berdasar pada internalisasi dari
serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku atau reaksi
seperti menerima, menolak, tidak menghiraukan, dan sebagainya.
d.
Pengorganisasian
(organization). Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di
antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten, atau memilih yang
terbaik di antaranya untuk diterapkan.
e.
Karakterisasi
Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex). Yaitu sikap
dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan
nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu
seolah-olah telah menjadi ciri-ciri pribadinya (karakteristik gaya hidupnya).
3.
Ranah Psikomotor.
Rincian ranah ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan
domain yang dibuat Bloom.
a.
Persepsi
(Perception). Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu
gerakan.
b.
Kesiapan
(Set). Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
c.
Guided
Response (Respon Terpimpin). Tahap awal dalam mempelajari ketrampilan yang
kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
d.
Mekanisme
(Mechanism). Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil
dengan meyakinkan dan cakap.
e.
Respon
Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response). Gerakan motoris yang terampil
yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
f.
Penyesuaian
(Adaptation). Ketrampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan
dalam berbagai situasi.
g.
Penciptaan
(Origination). Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau
permasalahan tertentu.
STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS PAIKEM
A.
Pendahuluan
Dalam catatan sejarah pendidikan nasional,
telah dikenal beberapa pendekatan atau strategi pembelajaran seperti SAS
(Sintesis, Analisis, Sistematis), CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), CTL
(Contextual Teaching and Learning), LSE (life Skills Education), PAIKEM
(Pembelajara Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Pengertian PAIKEM secara bahasa dan
istilah dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
1.
Aktif, maksudnya pembelajaran adalah sebuah
proses aktif membangun makna dan pemahaman dari informasi, ilmu pengetahuan
maupun pengalaman oleh peserta didik itu sendiri. Dalam proses belajar peserta
didik tidak semestinya diperlakukan seperti bejana kosong yang pasif yang hanya
menerima kucuran ceramah sang guru tentang ilmu pengetahuan atau informasi.
Karena itu, dalam proses pembelajaran guru dituntut mampu menciptakan suasana
yang memungkinkan peserta didik secara aktif menemukan, memproses, dan
merekonstruksi ilmu pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan baru.
2.
Inovatif, dimaksudkan dalam proses pembelajaran
diharapkan muncul ide-ide baru atau inovasi-inovasi positif yang lebih baik.
3.
Kreatif, memiliki makna bahwa pembelajaran
merupakan sebuah proses mengembangkan kreatifitas peserta didik, karena pada
dasarnya setiap individu memiliki imajinasi dan rasa ingin tahu yang tidak
pernah berhenti. Dengan demikian, guru dituntut mampu menciptakan kegiatan
pembelajaran yang beragam sehingga seluruh potensi dan daya imajinasi peserta
didik dapat dikembangkan secara maksimal.
4.
Efektif, berarti bahwa model pembelajaran apapun
yang dipilih harus menjamin bahwa tujuan pembelajaran akan tercapai secara
maksimal. Ini dapat dibuktikan dengan
adanya pencapaian kompetensi baru oleh peserta didik setelah proses belajar
mengajar berlangsung. Di akhir kegiatan proses pembelajaran harus ada perubahan
pengetahuan, sikap dan keterampilan pada diri peserta didik.
5.
Menyenangkan, artinya bahwa proses pembelajaran harus
berlangsung dalam suasana yang menyenangkan dan mengesankan. Suasana
pembelajaran yang menyenangkan dan dan berkesan akan menarik minat peserta
didik untuk terlibat secara aktif, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai
secara maksimal. Di samping itu, pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan
akan menjadi hadiah (reward) bagi peserta didik yang pada gilirannya akan
mendorong motivasinya semakin aktif dan berprestasi pada kegiatan pembelajaran
berikutnya.
Secara psikologis-pedagogis, penerapan PAIKEM dalam pembelajaran, diyakini
dan telah terbukti berdasarkan pengalaman memiliki dampak positif terhadap
penguatan hasil belajar, kesan mendalam, dan daya tahan lama dalam memori
peserta didik sehingga tidak mudah lupa terhadap ilmu pengetahuan yang telah
diperolehnya, atau dalam bahasa psikologi belajar dikenal dengan istilah
long term memory. Di samping itu, dari sisi pendidik, penerapan PAIKEM
dengan sendirinya akan semakin memotivasi pendidik sebagai manajer,
fasilitator, motivator, inspirator, transformator, dan model (uswah)
pembelajaran yang memiliki learning tradition yang kuat untuk secara terus
menerus mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalismenya.
B.
Landasan Yuridis Formal dan Psikologis PAIKEM
1.
Landasan
Yuridis Formal
Yang dimaksud dengan landasan yuridis di sini adalah dasar hukum yang melandasi
ditetapkannya PAIKEM. Dalam konteks ini adalah segala bentuk perundangan dan
peraturan serta kebijakan pendidikan yang berlaku di negara Kesatuan Republik
Indonesia yang di dalamnya mengatur dan memberi rambu-rambu tentang
implementasi proses pendidikan yang berbasis PAIKEM.
Berbagai bentuk regulasi dan kebijakan pendidikan dimaksud meliputi :
a.
Undang-undang
RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Beberapa pasal terkait
antara lain terdapat dalam pasal 1 ayat 1, pasal 4 ayat 3-4, pasal 39 ayat 2, pasal 40 ayat 2.
b.
Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
beberapa pasal menyebutkan, antara laian : pasal 19 ayat 1, pasal 28 ayat
1, selanjutnya dipertegas dalam Penjelasan atas PP No. 19 Tahun 2005 pasal 28.
c.
Undang-undang
RI no. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, beberapa pasal menyebutkan : Pasal
1 ayat 1, dan pasal 6.
Berdasarkan kutipan regulasi pendidikan tersebut, baik dalam bentuk
undang-undang maupun peraturan pemerintah dapat dipahami secara jelas bahwa
proses pendidikan dan pembelajaran pada satuan pendidikan manapun, secara
yuridis formal dituntut harus diselenggarakan secara aktif, inovatif, kreatif,
dialogis, demokratis dan dalam suasana yang mengesankan dan bermakna bagi
peserta didik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa perundang-undangan dan peraturan
pendidikan yang berlaku di Indonesia, mengindikasikan pentingnya diterapkan
strategi pembelajaran yang memberdayakan dunia pendidikan di Indonesia,
mempunyai singgungan dan relevansi yang kuat terhadap apa yang menjadi tuntutan
yuridis formal ini.
2.
Tinjauan
Psikologis-Pedagogis penerapan PAIKEM
Tinjauan-pedagogis dalam konteks ini dimaksudkan ingin melihat posisi dan
signifikansi penerapan strategi berbasis PAIKEM menurut kajian psikologi
belajar. Pembelajaran atau sebelumnya dikenal dengan istilah Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) atau disebut juga Proses Belajar Mengajar (PBM) merupakan proses
interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Dalam aktifitas akademik rutinnya, sekolah/madrasah sebagai
lembaga pendidikan bukan hanya menjadi tempat untuk berkumpul peserta didik dan
guru, melainkan ia berada dalam satu tatanan sistemik saling berkaitan. Oleh
karena itu sekolah/madrasah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan
pengelolaan secara efektif dan efisien.
Kegiatan pembelajaran adalah fokus kegiatan akademik di sekolah/madrasah. Kualitas
lulusan merupakan indikator penting bagi keberhasilan sebuah sekolah/madrasah.
Dengan demikian, guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar di dalam
menentukan kualitas keberhasilan tersebut.
Proses pembelajaran tradisional menitik-beratkan pada metode imposisi yakni
pembelajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh pengajar
bagi peserta didiknya. Cara ini tidak mempertimbangkan kesesuaian antara materi
dengan kebutuhan, minat dan tingkat perkembangan serta pemahaman peserta didik.
Hasil penelitian terbaru dalam bidang psikologi kepribadian dan tingkah
laku manusia, serta perkembangan di bidang ilmu pendidikan pada gilirannya
mampu mengubah pandangan tersebut. Faktor peserta didik (Wijaya dkk, 1992:23)
dianggap sebagai sesuatu yang menentukan pelaksanaan dan keberhasilan proses
pembelajaran. Pandangan baru berpendapat, bahwa tingkah laku manusia didorong
oleh motif-motif tertentu. Aktivitas belajar akan berhasil apabila berdasarkan
motivasi pada diri peserta didik. Peserta didik mungkin dapat dipaksa untuk
melakukan suatu perbuatan, tetapi ia tidak mungkin dipaksa untuk menghayati
perbuatan itu sebagaimana mestinya. Guru dapat memaksakan materi pelajaran
kepada murid, tetapi tidak dapat memaksanya untuk belajar dalam arti yang
sebenarnya. Ini berarti tugas guru yang paling berat ialah berupaya agar
peserta didik mau belajar dan memiliki keinginan belajar secara berkelanjutan
tanpa dibatasi waktu.
Sistem pembelajaran yang baik seharusnya dapat membantu siswa mengembangkan
diri secara optimal serta mampu mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Meskipun
proses belajar-mengajar tidak dapat sepenuhnya berpusat pada siswa (pupil
centered instruction) seperti pada sistem pendidikan terbuka, tetapi perlu
diingat bahwa pada hakekatnya siswalah yang yang harus belajar. Dengan
demikian, proses belajar-mengajar perlu berorientasi pada kebutuhan dan
kemampuan siswa, misalnya dengan pendekatan “inquiry-discovery learning”.Kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan di sini harus dapat memberikan pengalaman belajar yang
menyenangkan dan berguna baginya. Guru perlu memberikan bermacam-macam situasi
belajar yang memadai untuk materi yang disajikan, dan menyesuaikan dengan
kemampuan dan karakteristik serta gaya belajar siswa. Sebagai konsekuensi
logisnya, guru dituntut harus ka ya
metodologi mengajar sekaligus terampil menerapkannya, tidak monoton tetapi
variatif dalam melaksanakan pembelajaran.
Dalam konteks inilah, kehadiran pendekatan PAIKEM diharapkan dapat
memperkaya guru dalam hal strategi, metode, dan tehnik mengajar sebagai seni.
Sehingga secara psikologis-pedagogis, PAIKEM secara nyata memiliki relevansi
dalam kerangka mewujudkan proses pembelajaran yang memberdayakan peserta didik.
C.
Indikator dan Prinsip-prinsip Penerapan PAIKEM
Dalam penerapan PAIKEM oleh pendidik atau
guru bisa dilihat dan dicermati berbagai indikasi yang muncul pada saat proses
pembelajaran dilaksanakan. Di samping itu, pendidik juga perlu memperhatikan
berbagai prinsip ketika menerapkannya. Kriteria ada atau tidaknya pembelajaran
yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan di antaranya dapat dilihat pada
beberapa indikator berikut :
INDIKATOR PROSES
|
PENJELASAN
|
METODE
|
1.
PEKERJAAN
PESERTA DIDIK
(Diungkapkan
dengan bahasa/kata-kata peserta didik sendiri)
|
PAIKEM sangat mengutamakan agar peserta
didik mampu berfikir, berkata-kata, dan mengungkap sendiri
|
Guru membimbing peserta didik dan memajang
hasil karya nya agar dapat saling belajar
|
2.
KEGIATAN
PESERTA DIDIK (Peserta didik banyak diberi kesempatan untuk mengalami atau
melakukan sendiri).
|
Bila peserta didik mengalami atau
mengerjakan sendiri, mereka belajar meneliti tentang apa saja.
|
Guru dan peserta didik interaktif dan
hasil pekerjaan peserta didik dipajang untuk meningkatkan motivasi.
|
3.
RUANGAN
KELAS (Penuh pajangan hasil karya peserta didik dan alat peraga sederhana
buatan guru dan peserta didik)
|
Banyak yang dapat dipajang di kelas dan
dari pajangan hasil itu peserta didik saling belajar. Alat peraga yang sering
dipergunkan diletakkan strategis.
|
Pengamatan ruangan kelas dan dilihat apa
saja yang dibutuhkan untuk dipajang, di mana, dan bagaimana memajangnya.
|
Sedangkan beberapa prinsip yang harus
diperhatikan ketika pendidik/guru menerapkan PAIKEM adalah sebagai berikut :
1.
Memahami sifat peserta didik. Pada dasarnya peserta didik memiliki sifat rasa ingin tahu atau
berimajinasi. Kedua sifat ini merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir
kritis dan kreatif. Untuk kegiatan pembelajaran harus dirancang menjadi lahan
yang subur bagi berkembangnya kedua sifat tersebut.
2.
Mengenal peserta didik secara perorangan. Peserta didik berasal dari latar belakang dan
kemampuan yang berbeda. Perbedaan individu harus diperhatikan dan harus
tercermin dalam pembelajaran. Semua peserta didik dalam kelas tidak harus
selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan
kecepatan belajarnyaa. Peserta didik yang memiliki kemampuan lebih dapat
dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya).
3.
Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar. Peserta didik secara alami bermain
secara berpasangan atau kelompok. Perilaku yang demikian dapat dimanfaatkan
oleh guru dalam pengorganisasian kelas. Dengan berkelompok akan memudahkan
mereka untuk berinteraksi atau bertukar pikiran.
4.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta mampu memecahkan masalah. Pada
dasarnya hidup adalah memecahkan masalah, untuk itu peserta didik perlu
dibekali kemampuan berpikir kritis untuk menganalisis masalah, dan kreatif
untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis pemikiran tersebut
sudah ada sejak lahi. Guru diharapkan dapat mengembangkannya.
5.
Menciptakan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik. Ruangan kelas yang menarik sangat
disarankan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan peswerta didik sebaiknya dipajang di
dalam kelas, karena dapat memotivasi peserta didik untuk bekerja lebih baik dan
menimbulkan inspirasi bagi peserta didik yang lain. Selain itu pajangan dapat
juga dijadikan bahan ketika membahas materi pelajaran yang lain.
6.
Memanfaatkan lingkungan sebagai lingkungan belajar. Lingkungan (fisik, sosial, budaya)
merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belejar peserta didik. Lingkungan
dapat berfungsi sebagai media belajar serta obyek belajar peserta didik.
7.
Memberikan unpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan. Pemberian umpan balik dari guru kepada
peserta didik merupakan suatu interaksi antara guru dan peserta didik. Umpan
balik hendaknya lebih mengungkapkan kekuatan dan kelebihan peserta didik
daripada kelemahannya. Umpan balik juga harus dilakukan secara santun dan
elegan sehingga tidak meremehkan dan menurunkan motivasi.
8.
Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental. Dalam pembelajaran PAIKEM, aktif secara
mental lebih diinginkan daripada aktif fisik.ena itu, aktifitas sering
bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, mengemukakan gagasan merupakan
tanda-tanda aktif mental.
Dari uraian tentang indikasi dan
prinsip-prinsip penerapan PAIKEM tersebut dapat digarisbawahi bahwa secara
praktis, tingkat keberhasilan penerapan strategi ini dapat dapat diketahui
melaui uji coba yang berulang-ulang dari seorang pendidik, sekaligus perlu
terus dilakukan evaluasi proses dari tahap ke tahap. Dengan kata lain, seorang
pendidik yang berhasil, dalam menerapkan strategi PAIKEM, seharusnya ia
sekaligus melakukan penelitian tindakan kelas, meskipun dalam skala kecil dan
terbatas.
Dalam perkembangan inovasi strategi
pembelajaran beberapa istilah yang berasosiasi pada PAIKEM, yaitu : Active
Learning Strategy, CTL (Contextual Teaching and Learning), Quantum Learning,
Quantum Teaching, Cooperative Learning, E-Learning dan sebagainya.
Munculnya berbagai strategi tersebut, sebenarnya secara substansial memiliki
kesamaan tujuan dan bersifat saling melengkapi antara satu strategi dengan
lainnya, meskipun secara istilah menjelma dengan nama yang berbeda.
D.
Penerapan PAIKEM Melalui Setting Kelas yang Variativ dan Dinamis
Peserta didik dalam suatu kelas biasanya
memiliki kemampuan yang beragam, ada yang memiliki tingkat kepandaian yang
tinggi, sedang, dan kurang. Menurut pandangan psikologi pendidikan, sebenarnya
tidak ada peserta didik yang pandai atau bodoh, yang lebih tepat adalah peserta
didik de ngan kemampuan lambat atau cepat dalam belajar. Dalam materi yang
sama, bagi peserta didik satu memerlukan dua kali pertemuan untuk memahami
isinya, namun bagi peserta didik lain perlu empat kali pertemuan atau lebih
untuk dapat menyerapnya.
Untuk itu, guru perlu mengatur kapan
peserta didik bekerja secara perorangan, berpasangan, kelompok, atau klasikal.
Jika harus dibentuk kelompok, kapan peserta didik dikelompokkan berdasarkan
kemampuannya sehingga ia dapat berkosentrasi membantu peserta didik yang
kurang, dan kapan peserta didik dikelompokkan secara campuran berbagai
kemampuan sehingga terjadi tutor sebaya (peer teaching)
Dalam rangka mewujudkan desain belajar
siswa maka pengaturan ruang kelas dan siswa (setting kelas) merupakan tahap
yang penting dalam melaksanakan proses pembelajaran. Karena itu, kursi, meja
dan ruang belajar perlu ditata sedemikian rupa sehungga dapat menunjang
kegiatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik, yakni memungkinkan
hal-hal sebagai berikut :
-
Aksebilitas; peserta didik mudah menjangkau sumber
belajar yang tersedia.
-
Mobilitas; peserta didik mudah berpindah dari satu
bagian ke bagian lain dalam kelas.
-
Interaksi; memudahkan interaksi antara guru dan
peserta didik maupun antar peserta didik.
-
Variasi
kerja peserta didik;
memungkinkan peserta didik bekerja sama secara perorangan, berpasangan, atau
kelompok.
Lingkungan fisik dalam ruangan kelas dapat
menjadikan belajar aktif. Tidak ada satupun bentuk ruang kelas yang ideal,
namun ada beberapa pilihan yang dapat diambil sebagai variasi. Dekorasi
interior kelas perlu dirancang yang memungkinkan peserta didik belajar secara aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM).
Setidaknya ada 10 (sepuluh) macam formasi
kelas dalam kerangka mendukung penerapan pembelajaran aktif (Depag RI, 2003).
Setting atau formasi kelas berikut ini tidak dimaksudkan untuk menjadi susunan
yang permanen, namun hanya sebagai alternatif dalam penataan ruang kelas. Jika
meubeler (meja atau kursi) yang ada di ruang kelas dapat dengan mudah
dipindah-pindah, maka sangat mungkin menggunakan beberapa formasi ini sesuai
dengan situasi dan kondisi yang diinginkan pendidik.
1.
Formasi
Huruf U.
Formasi ini dapat digunakan untuk beebagai tujuan. Para peserta didik dapat
melihat guru dan/atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling
berhadapan langsung satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi
bahan pelajaran kepada peserta didik secara cepat karena guru dapat masuk ke
huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi.
2.
Formasi Corak Tim
Guru mengelompokkan meja-meja setengah lingkaran di ruang kelas agar
memungkinkan peserta didik untuk melakukan interaksi tim. Guru dapat meletakkan
kursi-kursi mengelilingi meja-meja untuk susunan yang paling akrab. Jika hal
ini dilakukan, beberapa peserta didik harus memutar kursi mereka melingkar
menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru, papan tulis atau layar. Atau
guru dapat meletakkan kursi-kurs setengah lingkaran sehingga tidak ada peserta
didik yang membelakangi papan tulis.
3.
Meja Konfersi
Formasi ini paling baik dilakukan jika meja berbentuk persegi panjang.
Susunan ini dapat mengurangi peran penting peserta didik. Jika guru duduk di
tengah-tengah sisi yang luas, para peserta didik di ujung merasa tertutup.
Guru dapat juga membentuk sebuah susunan meja konferensi dengan
menggabungkan beberapa meja kecil (di tengahnya biasanya kosong).
4.
Formasi Lingkaran
Para peserta didik duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi untuk
melakukan interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal
untuk diskusi kelompok penuh.
Jika guru menginginkan peserta didik memiliki tempat untuk menulis,
hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni meja ditempatkan di
belakang peserta didik. Guru dapat menyuruh peserta didik memutar
kursi-kursinya melingkar ketika guru menginginkan diskusi kelompok.
5.
Kelompok untuk Kelompok
Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan diskusi atau untuk menyusun
permainan peran, berdebat atau observasi dari kreatifitas kelompok. Guru dapat
meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, yang dikelilingi oleh kursi-kursi
pada sisi luar.
6.
Tempat
Kerja (Workstation).
Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, di mana setiap
peserta didik duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas (seperti mengoperasikan
komputer, mesin, melakukan kerja laborat) tepat setelah didemonstrasikan. Tempat
be4rhadapan mendorong patner belajar untuk menempatkan dua peserta didik pada
tempat yang sama.
7.
Pengelompokan Terpisah (Brekout Groupings)
Jika kelas cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, guru dapat
meletakkan meja-meja dan kursi di mana kelompok kecil dapat melakukan aktifitas
belajar didasarkan pada tim. Guru dapat menempatkan susunan pecahan-pecahan
kelompok saling berjauhan sehingga tim-timdak itu tidak saling mengganggu.
Tetapi hendaknya dihindari penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu
jauh dari ruang kelas, sehingga hubungan di antara peserta didik sulit dijaga.
8.
Susunan Chevron
Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak memungkinkan untuk melakukan
belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya
tersedia beberapa meja, barangkali guru perlu menyusun peserta didik dalam bentuk
ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik,
pandangan lebih baik dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain
dari pada baris lurus. Dalam susunan ini, tempat paling bagus ada pada pusat
tanpa jalan tengah.
9.
Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa
meja kursi, guru dapat mencoba mengelompokkan kursi-kursi dalam
pasangan-pasangan memungkinkan penggunaan teman belajar. Guru dapat mencoba
membuat nomor genap dari baris-baris ruangan yang cukup di antara mereka
sehingga pasangan-pasangan peserta didik pada baris-baris nomor ganjil dapat
memutar kursi-kursi mereka melingkar dan membuat persegi panjang dengan
pasangan tempat duduk persis di belakang mereka pada baris berikutnya.
Format atau setting kelas ini banyak digunakan di lembaga pendidikan
manapun karena paling mudah dan sederhana. Tetapi secara psikologis, bila
digunakan sepanjang masa tanpa variasi format lain akan berpengaruh terhadap
gape psikologis peserta didik sepeti merasa minder, takut dan tidak terbuka
dengan teman, karena sesama peserta didik tidak pernah saling berhadapan (face
to face) dan hanya melihat punggung temannya sepanjang tahun dalam belajar.
Meskipun demikian tidak berarti format kelas seperti ini tidak bisa digunakan
untuk pembelajaran aktif, tentu hal ini tergantung bagaimana guru menciptakan
suasana belajar aktif dengan strategi yang tepat.
10.
Auditorium / Aula
Formasi auditorium atau aula merupakan tawaran alternatif dalam menyusun
ruang kelas. Meskipun bentuk auditorium menyediakan lingkungan yang sangat
terbatas untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk dilakukan guru
guna mengurangi kebosanan peserta didik yang terbiasa dalam penataan ruang
secara konvensional (tradisional). Jika sebuah kelas tempat diduk dapat dengan
mudah dipindah-pindah, maka guru dapat membuat bentuk pembelajaran ala
auditorium untuk dapat membuat hubungan lebih erat dan memudahkan peserta didik
melihat guru.
Demikian beberapa alternatif setting kelas terkait formasi meja dan kursi
serta ruang belajar yang dapat dipilih guru dalam menelola pelaksanaan
pembelajaran di kelas. Formasi yang digambarkan di depan bukan merupakan bentuk
yang paten dalam arti tidak dapat dirubah, tetapi bersifat fleksibel dan sangat
mungkin dilakukan modifikasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Di samping formasi kursi dan meja, setting kelas juga terkait dengan
penempatan pajangan hasil karya, portofolio peserta didik, pojok baca, tugas
sarapan pagi, dan sejenisnya yang merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya
menciptakan suasana yang mengesankan dan mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam praktek pembelajaran dan pengelolaan kelas (classroom management)
di Indonesia, sejak tahun 2006, beberapa
lembaga pendidikan telah menerapkan inovasi baru yakni model pembelajaran
moving class. Menurut Aisyah (2007), moving class adalah suatu model
pembelajaran di mana siswa berpindah dari kelas yang satu ke kelas lain pada
setiap kali pergantian pelajaran, sesuai dengan jadwal mata pelajaran yang
harus ditempuh pada hari tersebut. Sedangkan Preslysila (2007), mengartikan
moving class sebagai sistem belajar mengajar bercirikan siswa yang
mendatangi guru di kelas, bukan sebaliknya. (Lihat: http//isrona.wordpress.com/2007
movingclassdisekolahberstandarglobal/). Menegaskan pengertian tersebut,
Sunarto, seorang praktisi pendidikan yang telah mengelola model ini selama
kurang lebih dua tahun mengatakan bahwa moving class adalah pola
perpindahan kelas (rombongan belajar) dari ruangan mapel satu ke ruangan mapel
lainnya atau ke suatu lingkungan belajar yang dilaksanakan pada setiap pergantian
pelajaran dengan posisi guru berada pada ruangan mapel atau lingkungan belajar
yang menjadi tanggung jawabnya. (Sunato, 2007: 6). Moving class
bertujuan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis dan kondusif bagi
peserta didik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Lebih dari itu, dalam kerangka penerapan strategi pembelajaran aktif dengan
segala variasinya, guru juga sangat dianjurkan melaksanakan proses pembelajaran
di luar kelas atau lingkungan tertentu seperti out door atau outbond
dalam konteks masih relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
ditetapkan.
APLIKASI PRAKTIS STRATEGI PAIKEM DALAM
PEMBELAJARAN
Belajar adalah proses bagi peserta didik
dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri. Maka kegiatan pembelajaran
seharusnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan proses belajarnya
secara mudah, lancar dan termotivasi. Karena itu pula, suasana belajar yang
diciptakan guru seharusnya melibatkan peserta didik secara aktif, misalnya
mengamati, menelitim, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, mencari contoh,
dan bentuk-bentuk keterlibatan sejenis lainnya.
Di samping itu, guru/pendidik sebagai
ujung tombak pembelajaran perlu memperhatikan beberapa prinsip dalam kerangka
meningkatkan motivasi belajar dan prestasi peserta didik, yaitu :
-
Keseimbangan
antara reward dan punishment
-
Kebermaknaan
(meaningful)
-
Penguasaan
ketrampilan prasyarat
-
Penggunaan
model
-
Komunikasi
yang bersifat terbuka
-
Pemberian
tugas yang menantang
-
Latihan
yang tepat
-
Penilaian
tugas
-
Penciptaan
kondisi yang menyenangkan
-
Keragaman
pendekatan
-
Mengembangkan
beragam kemampuan
-
Melibatkan
indera sebanyak-banyaknya.
Pembelajaran aktif (active learning)
hanya bisa terjadi bila ada partisipasi aktif peserta didik. Demikian juga
peranan aktif peserta didik tidak akan terjadi bilamana guru tidak aktif dan
kreatif dalam melaksanakan pembelajaran. Ada berbagai cara untuk melakukan
proses pembelajaran yang memicu melibatkan peran serta aktif peserta didik dan
mengasah ranah kognitif, afektif, psikomotorik dan ranah imaniah-transendental. Proses pembelajaran aktif dalam memperoleh
informasi, ketrampilan, dan sikap serta perilaku positif dan terpuji akan
terjadi melalui suatu proses pencarian dari diri peserta didik. Hal ini akan
terwujud bila peserta didik dikondisikan sedemikan rupa sehingga berbagai tugas
dan kegiatan yang dilaksanakan sangat memotivasi mereka untuk berpikir, bekerja
dan merasa serta mengamalkan kesalehan dalam kehidupan nyata.
Berikut ini akan disajikan model dan
strategi pembelajaran aktif (active learning) “PAIKEM” sebagai alternatif
yang dapat digunakan oleh guru untuk dapat mengaktifkan peserta didik, baik
secara individu maupun kelompok. Guru diharapkan dapat melakukan pengembangan,
modifikasi, improviasi atau mencari strategi atau metode lain yang dipandang
lebih tepat. Karena pada dasarnya tidak ada strategi yang paling ideal/baik.
Masing strategi memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri. Hal ini sangat
tergantung pada beberapa faktor, seperti tujuan yang hendak dicapai, pengguna
strategi (guru), ketersediaan fasilitas, kondisi peserta didik dan kondisi
lainnya.
Aplikasi berbagai strategi/metode PAIKEM
dapat disimak dalam deskripsi prosedur dan langkah-langkah teknis sebagai
berikut :
A.
EVERYONE
IS E TEACHER HERE (SETIAP MURID SEBAGAI GURU)
Langkah-langkah Penerapan:
1.
Bagikan
kertas kepada setiap peserta didik dan mintalah mereka untuk menuliskan sebuah
pertanyaan tentang materi pokok yang telah atau sedang dipelajari, atau topik
khusus yang ingin mereka diskusikan dalam kelas.
2.
Kumpulkan
kertas-kertas tersebut, dikocok dan dibagikan kembali secara acak kepada
masing-masing peserta didik dan diusahakan pertanyaan tidak kembali kepada yang
bersangkutan.
3.
Mintalah
mereka membaca dan memahami pertanyaan di kertas masing-masing, sambil
memikirkan jawabannya.
4.
Undang
sukarelawan (volunter) untuk membacakan pertanyaan yang ada di tangannya
(untuk menciptakan budaya bertanya, upayakan memotivasi siswa untuk angkat
tangan bagi yang siap membaca –tanpa langsung menunjuknya)
5.
Mintalah
dia memberikan respons (jawaban/penjelasan) atas pertanyaan atau permasalahan
tersebut, kemudian mintalah kepada teman sekelasnya untuk memberikan pendapat
atau melengkapi jawabannya
6.
Berikan
apresiasi (pujian/tidak menyepelekan) terhadap setiap jawaban/tanggapan siswa
agar termotivasi dan tidak takut salah.
7.
Kembangkan
diskusi secara lebih lanjut dengan cara siswa bergantian membacakan pertanyaan
di tangan masing-masing sesuai waktu yang tersedia.
8.
Guru
melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah membiasakan peserta didik untuk belajar aktif
secara individu dan membudayakan sifat berani bertanya, tidak minder dan tidak
takut salah.
B.
WRITING IN HERE AND NOW (MENULIS PENGALAMAN SECARA LANGSUNG)
Menulis dapat membantu peserta didik merefleksikan
pengalaman-pengalaman yang telah mereka alami. Langkah-langkah penerapan
strategi ini adalah :
1.
Guru
memilih jenis pengalaman yang diinginkan untuk ditulis oleh peserta didik. Ia
bisa berupa peristiwa masa lampau atau yang akan datang. Guru menginformasikan
kepada peserta didik tentang pengalaman yang telah dipilih untuk tujuan
penulisan reflektif. Guru memberitahu mereka bahwa cara yang berharga untuk
merefleksikan pengalaman adalah mengenang atau mengalaminya untuk pertama kali
di sini dan saat sekarang. Dengan demikian tindakan itu menjadikan pengaruh
lebih jelas dan lebih dramatik daripada menulis tentang sesuatu di “sana dan
kemudian” atau di masa depan yang jauh.
2.
Guru
memerintahkan peserta didik untuk menulis, saat sekarang, tentang pengalaman
yang telah dipilih. Perintahkan mereka untuk memulai awal pengalaman dan
menulis apa yang sedang mereka dan lainnya lakukan dan rasakan. Guru menyuruh
peserta didik untuk menulis sebanyak mungkin yang mereka inginkan tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perasaan-perasan yang dihasilkannya.
3.
Guru
memberikan waktu yang cukup untuk menulis. Peserta didik seharusnya tidak
merasa terburu-buru. Ketika mereka selesai, guru mengajak mereka untuk
membacakan tentang refleksinya.
4.
Guru
mendiskusikan hasil pengalaman peserta didik tersebut bersama-sama.
5.
Guru
melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
C.
READING ALOUD (MEMBACA DENGAN KERAS)
Membaca suatu teks dengan keras dapat
membantu peserta didik menfokuskan perhatian secara mental, menimbulkan
pertanyaan-pertaanyaan, dan merangsang diskusi. Strategi tersebut mempunyai
efek pada memusatkan perhatian dan membuat suatu kelompok yang kohesif. Prosedur
dari strategi ini adalah sebagai berikut :
1.
Guru
memilih sebuah teks yang cukup menarik untuk dibaca dengan keras. Guru
hendaknya membatasi dengan suatu pilihan teks yang kurang dari 500 kata.
2.
Guru
menjelaskan teks itu pada peserta didik secara singkat. Guru memperjelas
poin-poin kunci atau masalah-maalah pokok yang dapat diangkat.
3.
Guru
membagi bacaan teks itu dengan alenia-alenia atau beberapa cara lainnya. Guru
menyuruh sukarelawan-sukarelawan untuk membaca keras bagian-bagian yang
berbeda.
4.
Ketika
bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru menghentikan di beberapa tempat untuk
menekankan poin-poin tertentu, kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan,
atau memberikan contoh-contoh. Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika
para peserta didik menunjukkan minat dalam baagian tertentu. Kemudian guru
melanjutkan dengan menguji apa yang ada dalam teks tersebut.
5.
Guru
melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
CATATAN : Ketiga contoh
strategi di atas bertujuan untuk lebih memotivasi pembelajaran aktif secara
individu. Sedangkan contoh berikutnya lebih memotivasi belajar aktif bersama,
cooperative learning.
D.
THE POWER OF TWO & FOUR (MENGGABUNG 2 DAN 4 KEKUATAN)
Langkah-langkah penerapan :
1.
Tetapkan
satu masalah/pertanyaan terkait dengan materi pokok (SK/KD/indikator).
2.
Beri
kesempatan pada peserta untuk berpikir sejenak tentang masalah tersebut.
3.
Bagikan
kertas pada tiap peserta didik untuk menuliskan pemecahan masalah/jawaban
(secara mandiri) lalu periksalah hasil pekerjaannya.
4.
Perintahkan
peserta didik bekerja berpasangan 2 orang dan berdiskusi tentang jawaban
masalah tersebut, lalu periksalah hasil kerjanya.
5.
Peseserta
didik membuat jawaban baru atas masalah yang disepakati berdua, lalu
6.
Perintahkan
peserta didik bekerja berpasangan 4 orang dan berdiskusi lalu bersepakat mencari
jawaban terbaik, lalu periksalah hasil kerjanya.
7.
Jawaban
bisa ditulis dalam kertas atau lainnya, dan guru memeriksa dan memastikan
setiap kelompok telah menghasilkan kesepakatan terbaiknya menjawab masalah yang
dicari.
8.
Guru
mengemukakan penjelasan dan solusi atas permasalahan yang didiskusikan tadi.
9.
Guru
melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah membiasakan belajar aktif secara individu dan
kelompok (belajar bersama hasilnya lebih berkesan).
E.
INFORMATION SEARCH (MENCARI INFORMASI)
Langkah-langkah
penerapan :
1.
Tersedia
referensi terkait topik pembelajaran tertentu sesuai SK/KD/indikato (misalnya
hakekat manusia dalam Islam)
2.
Guru menyusun
kompetensi dari topik tersebut.
3.
Mampu
mengidentifikasi karakter manusia muslim kaffah.
4.
Guru
membuat pertanyaan untuk memperoleh kompetensi tersebut.
5.
Carilah
ayat dan hadits terkait.
6.
Bagi
kelas dalam kelompok kecil (maksimal 3 orang).
7.
Peserta
didik ditugasi mencari bahan di perpustakaan/warnet yang sudah diketahui oleh
guru bahwa bahan tersebut benar-benar ada.
8.
Setelah
peserta didik mencari dan kembali ke kelas, guru membantu dengan cara membagi
referensi kepada mereka.
9.
Peserta
diminta mencari jawaban dalam referensi tersebut yang dibatasi oleh waktu
(misal 10 menit) oleh guru.
10.
Hasilnya
didiskusikan bersama seluruh kelas.
11.
Guru
menjelaskan materi pelajaran terkait dengan topik tersebut.
12.
Guru
melakukan penyimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
Tujuan penerapan
strategi ini adalah memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan suatu ilmu
pengetahuan dengan proses mencari sendiri.
F.
POINT-COUNTERPOINT (BERADU PANDANGAN SESUAI PERSPEKTIF)
Langkah-langkah penerapan :
1.
Pilih
satu topik yang mempunyai dua perspektif (pandangan) atau lebih.
2.
Bagi
kelas menjadi beberapa kelompok sesuai dengan perspektif (pandangan yang ada)
3.
Pastikan
bahwa masing-masing kelompok duduk pada tempat yang terpisah.
4.
Mintalah
masing-masing kelompok untuk menyiapkan argumen sesuai dengan perspektif
kelompoknya.
5.
Pertemukan
kembali masing-masing kelompok dan beri kesempatan salah satu kelompok tertentu
untuk memulai berdebat dengan menyampaikan argumen yang disepakati dalam
kelompok.
6.
Undang
anggota lain untuk menyampaikan pandangan yang berbeda. Demikian seterusnya.
7.
Beri
klarifikasi atau kesimpulan dengan membandingkan isu-isu yang anda amati.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah untuk melatih peserta didik agar mencari
argumentasi yang kuat dalam memecahkan suatu masalah yang aktual di masyarakat
sesuai dengan posisi yang diperankan.
G.
READING GUID (BACAAN TERBIMBING)
Langkah-langkah penerapan :
1.
Tentukan
bacaan yang akan dipelajari.
2.
Buatlah
pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh peserta didik atau kisi-kisi dan
boleh juga bagian atau skema yang dapat diisi oleh mereka dari bahan bacaan
yang telah dipilih tadi.
3.
Bagikan
bahan bacaan dengan pertanyaan atau kisi-kisinya kepada peserta didik.
4.
Tugas
peserta adalah mempelajari bahan bacaan tersebut dengan menggunakan pertanyaan
atau kisi-kisi yang ada. Batasi aktivitas ini sehingga tidak memakan waktu yang
berlebihan.
5.
Bahas
pertanyaan atau kisi-kisi tersebut dengan menanyakan jawaban kepada peserta.
6.
Pada
akhir pembelajaran, berilah ulasan atau penjelasan secukupnya
7.
Guru
melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah membantu peserta didik lebih mudah dan terfokus
dalam memahami suatu materi pokok.
H.
ACTIVE DEBATE (DEBAT AKTIF)
Langkah–langkah penerapan:
1.
Kembangkan
suatu pertanyaan yang berkaitan dengan sebuah kasus atau isu kontroversial
dalam suatu topik yang relevan dengan SK/KD/Indikator.
2.
Bagi
kelas menjadi dua kelompok; tugaskan mereka pada posisi “pro” satu kelompok,
dan posisi “kontra” pada kelompok lainnya.
3.
Minta
setiap kelompok untuk menunjuk wakil mereka, dua atau tiga orang sebagai juru
bicara dengan posisi duduk saling berhaapan.
4.
Awali
“debat” ini dengan meminta masing-masing juru bicara untuk mengemukakan
pandangannya secara bergantian.
5.
Setelah
itu, juru bicara ini akan kembali ke kelompok mereka untuk meminta pendapat
guna mengatur strategi untuk membuat bantahan pada kelompok lainnya.
6.
Apabila
dirasa cukup, maka hentikan debat ini (pada saat puncak perdebatan) dengan
tetap menyisakan waktu sebagai follow up dari kasus yang diperdebatkan.
7.
Guru
melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah untuk melatih peserta didik agar mencari
argumentasi yang kuat dalam memecahkan suatu masalah yang kontroversial serta
memiliki sikap demokratis dan saling menghormati terhadap perbedaan ppendapat.
I.
INDEX CARD MATCH (MENCARI JODOH KARTU TANYA JAWAB)
Langkah-langkah penerapan :
1.
Buatlah
potongan-potongan kertas sejumlah peserta dalam kelas dan kertas tersebut
dibagi menjadi dua kelompok.
2.
Tulis
pertanyaan tentang materi yang telah diberikan sebelumnya pada potongan kertas
yang telah dipersiapkan. Setiap kertas satu pertanyaan.
3.
Pada
potongan kertas yang lain, tulislah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
telah dibuat.
4.
Kocoklah
semua kertas tersebut sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban.
5.
Bagikan
setiap peserta satu kertas. Jelaskan bahwa ini aktivitas yang dilakukan
berpasangan. Sebagian peserta akan mendapatkan soal dan sebagian yang lain akan
mendapatkan jawaban.
6.
Mintalah
peserta untuk mencari pasangannya. Jika sudah ada yang menemukan pasangannya,
mintalah setiap pasangan untuk duduk berdekatan. Jelaskan juga agar mereka
tidak memberikan materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain.
7.
Setelah
semua peserta menemukan pasangan dan duduk berdekatan, mintalah setiap pasangan
secara bergantian membacakan soal yang diperoleh dengan suara keras kepada
teman-teman lainnya. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangannya.
Demikian seterusnya.
8.
Akhiri
proses ini dengan klarifikasi dan kesimpulan serta tindak lanjut.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah untuk melatih peserta didik agar lebih cermat dan
lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok.
J.
JIGSAW LEARNING (BELAJAR MELALUI TUKAR DELEGASI ANTAR KELOMPOK)
Langkah-langkah penerapan :
1.
Pilih
materi pembelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen.
2.
Bagilah
peserta menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen yang ada. Jika jumlah
peserta 25 sedang jumlah segmen ada 5 maka masing-masing kelompok terdiri dari
5 orang.
3.
Setiap
kelompok mendapat tugas membaca, memahami dan mendiskusikan serta membuat
ringkasan materi pembelajaran yang berbeda.
4.
Setiap
kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaikan apa yang
telah mereka pelajari di kelompoknya.
5.
Kembalikan
suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan seandainya ada
persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.
6.
Berilah
peserta didik pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi yang
dipelajari.
7.
Guru
melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah untuk melatih peserta didik agar terbiasa
berdiskusi dan bertanggung jawab secara individu untuk membantu memahamkan
tentang suatu materi pokok kepada teman sekelasnya.
K.
ROLE PLAY (BERMAIN PERAN)
Langkah-langkah penerapan :
1.
Menetapkan
topik :
- konflik interpersonal
- konflik antargolongan
- perbedaan pendapat/perspektif, dan lain-lain
2.
Tunjuk
dua orang siswa maju untuk memrankan karakter tertentu; 10 – 15 menit.
3.
Mintalah
keduanya untuk bertukar peran.
4.
Hentikan
role play apabila telah mencapai puncak tinggi/dirasa sudah cukup
5.
Pada
saat kedua siswa memerankan karakter tertentu di muka kelas, siswa lainnya diminta
untuk mengamati dan menuliskan tanggapan mereka.
6.
Guru
melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah :
- memberikan pengalaman kongkrit dari apa yang telah dipelajari
- mengilustrasikan prinsip-prinsip dari materi pembelajaran
- menumbuhkan kepekaan terhadap masalah-masalah hubungan sosial
- menyiapkan/menyediakan dasar-dasar diskusi yang kongkrit
- menumbuhkan
minat dan motivasi belajar siswa -
menyediakan sarana untuk mengekspresikan perasaan yang tersembunyi di balik suatu keinginan.
L.
DEBAT BERANTAI
Langkah-langkah penerapan :
1.
Peserta
didik dibagi menjadi beberapa kelompok
2.
Masing-masing
kelompok ditunjuk koordinator untuk menulis
3.
Mereka
diberi konsep atau gagasan yang mengundang pro-kontra
4.
Masing-masing
kelompok memberikan pendapatnya dengan cara :
a.
Koordinator
mengatur posisi duduk melingkar
b.
Setiap
anggota kelompok menyampaikan ide setuju dengan alasannya, bergantian anggota yang
lain tidak setuju dengan alasannya
c.
Pada putaran
kedua, anggota yang tadi setuju berganti menyampaikan ide tidak setuju disertai
alasan, sementara yang tdak setuju berganti menyampaikan setuju disertai
alasann, demikian hingga semua anggota selesai menyampaikan pendapat bebasnya.
5.
Guru
meminta siswa secara sukarela maju untuk menuliskan alasan yang setuju dan
tidak setuju dari masing-masing kelompok tadi.
6.
Guru
menyimpulkan, melakukan refleksi serta tindak lanjut.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah untuk menggali kemampuan peserta didik agar bisa
memberikan argumentasi (reasoning) antara dua pendapat yang kontradiktif supaya
tidak berpikir ekstrim dalam menyikapi suatu masalah.
M.
LISTENING TEAM (TIM PENDENGAR)
Strategi ini dimaksudkan untuk mengaktifkan
seluruh peserta didik dengan membagi peserta didik secara berkelompok dan
memberikan tugas yang berbeda kepada masing-masing kelompok tersebut.
Strategi ini dapat dibuat dengan prosedur
sebagai berikut :
1.
Pesera
didik dibagi ke dalam empat kelompok. Setiap kelompok mempunyai peran dan tugas
sendiri-sendiri. Kelompok 1 (sebagai kelompok penanya) bertugas membuat
pertanyaan yang didasarkan pada materi yang telah disampaikan oleh guru.
Kelompom 2 (sebagai kelompok setuju) bertugas menyatakan poin-poin mana yang
disepakati dan menjelaskan alasannya. kelompok 3 (sebagai kelompok tidak
setuju) bertugas mengomentari poin mana yang tidak disetujui dan menjelaskan
alasannya. kelompo 4 (sebagai pembuat contoh) bertugas membuat contoh atau
aplikasi materi yang baru disamapaikan oleh guru.
2.
Guru
menyampaikan materi pelajaran. Setelah selesai, kelompok-kelompok tersebut
diberi waktu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan yang ditetapkan. Tugas guru
hanya memberikan pengarahan agar empat kelompok tersebut mengemukan tugasnya
dengan baik. Selain itu, guru juga memberikan komentar jika ada pendapat
kelompok yang menimpang terlalu jauh dari materi pelajaran.
3.
Guru
melakukan klarifikasi, menyimpulkan dan tindak lanjut.
Tujuan
penerapan strategi ini adalah untuk melatih peserta didik agar terbiasa belajar
kelompok secara harmonis untuk mencapai hasil belajara yang lebih efektif.
N.
TEAM QUIZ (PERTANYAAN KELOMPOK)
Prosedur strategi ini adalah sebagai
berikut :
1.
Guru
memilih topik yang dapat dipresentasikan dalam tiga bagian, misalnya tentang
pernikahan dan perceraian dalam Islam.
2.
Guru
membagi peserta didik menjadi tiga kelompok.
3.
Guru
menjelaskan bentuk sesinya dan memulai presentasi. Guru membatasi presentasi
sampai 10 menit atau kurang.
4.
Guru
meminta tim A menyiapkan quiz yang berjawaban singkat. Quiz ini tidak memakan
waktu lebih dari lima menit untuk persiapan. Tim B dan C memanfaatkan waktu
untuk meninjau lagi catatan mereka.
5.
Tim A
menguji anggota tim B. Jika tim B tidak bisa menjawab, tim C diberi kesempatan
untuk menjawabnya.
6.
Tim A
melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya kepada anggota tim C, dan mengulangi
proses yang sama.
7.
Ketika
quiz selesai, guru melanjutkan pada bagian kedua pelajaran, dan meunjuk tim B
sebagai pemimpin quiz.
8.
Setelah
tim B menyelesaikan ujian tersebut, guru melajutkan pada bagian ketiga dan
menentukan tim C sebagai pemimpin quiz.
Tujuan penerapan
strategi ini dapat meningkatkan kemampuan tanggung jawab peserta didik tentang
apa yang mereka pelajari melalui cara yang menyenangkan dan tidak menakutkan.
O.
SMALL GROUP DISCUSSION (DISKUSI KELOMOK KECIL)
Langkah-langkah penerapan :
1.
Bagi
kelas menjadi beberapa kelompok kecil (maksimal 5 orang) dengan menunjuk ketua
dan sekretaris.
2.
Berikan
soal studi kasus (yang dipersiapkan oleh guru) sesuai dengan Standar Kompetensi
(SK) & Kompetensi Dasar (KD).
3.
Instruksikan
setiap kelompok untuk mendiskusikan jawaban
keren broooo laik dis deh :D
BalasHapusmaturnuwun...
BalasHapus