Pada 2.295
SM. Kerajaan Babilon waktu itu diperintah oleh seorang raja yang bengis dan
mempunyai kekuasaan yang absolut dan zalim, ia bernama Namrudz bin
Kan'aan. Karena raja itu mendapat petanda bahwa akan ada seorang
bayi yang lahir disana dan bayi ini akan tumbuh kemudian menentangnya. Antara
sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan membawa agama yang
mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu berhala. Insan ini juga
akan menjadi penyebab Namrudz mati dengan cara yang dahsyat. Oleh itu Namrudz
telah memerintahkan prajuritnya untuk membunuh semua bayi yang dilahirkan di
tempat ini, manakala golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan selama
setahun.
Walaupun
berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap terjadi.
Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan.
Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak
dan sedar sekiranya diketahui Namrudz yang zalim pasti dia serta anaknya akan
dibunuh. Dalam ketakutan, ibu Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya
di dalam sebuah gua yang bersebelahan. Selepas itu, dia memasukkan batu-batu
kecil dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya seorang diri. Seminggu
kemudian, dia bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan terkejut melihat
Ibrahim masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang
mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan
tubuh Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua
tahun. Maka kedua ibu bapaknya berani membawanya pulang kerumah mereka.
Masa remaja
Semasa
remajanya Ibrahim sering diperintah ayahnya keliling kota menjajakan
patung-patung buatannya, namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan
oleh Allah kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu
bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli
dengan kata-kata: "Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak
berguna ini?"
Mencari Tuhan yang sebenarnya
Pada masa
Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme
yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan dan menganut paganisme.
Dewa Bulan
atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang,
bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi
merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil Ibrahim sering melihat
ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia berusaha mencari kebenaran
agama yang dianuti oleh keluarganya itu.
Dalam alkitab
(kitab kejadian) menceritakan tentang pencariannya dengan kebenaran. Pada waktu
malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang
(bersinar-sinar), lalu ia berkata: "Inikah Tuhanku?" Kemudian
apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: "Aku tidak suka kepada
yang terbenam hilang". Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan
cahayanya), dia berkata: "Inikah Tuhanku?" Maka setelah bulan
itu terbenam, berkatalah dia:
"Demi sesungguhnya, jika aku tidak
diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari kaum yang
sesat".
Kemudian apabila dia melihat matahari
sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia:
"Inikah Tuhanku?
Ini lebih besar".
Setelah matahari terbenam, dia berkata pula:
"Wahai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah
dengannya)".
Inilah daya logika yang dianugerahi kepada beliau dalam
menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima tuhan
yang sebenarnya.
Berdakwah kepada ayahnya
Diriwayatkan
oleh Ibnu Mundzir dengan sanad shahih dari Jarikh pada firman Allah:
"Ketika Ibrahim berkata pada ayahnya azar,
“
|
...dan
(ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah
kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat
kamu dan kaum-mu dalam kesesatan yang nyata." (Al An'aam 6:74)
|
”
|
Diantara mufassirin berpendapat
bahwa azar bukan ayahnya namun pamannya. Al-Qur'an hanya menjelaskan bahwa
Ibrahim adalah putra Aazar, ayah Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain,
bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah pembuat dan pedagang
patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang membeli
patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban
pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah
menyadarkan ayah
kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan
persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan
bodoh. Ia merasakan bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi
penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan
mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan sikap
yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang
tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya menyampaikan
bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah
diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia
bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya
untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa
berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan
keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan
pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah
semata-mata ajaran setan
yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi. Ia
berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya
berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang
menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan
kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar
menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya
Ibrahim yyang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani
mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk
meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia
tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata
yang kasar dan dalam makian namun seakan-akan tidak ada hubungan di antara
mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar:
"Hai Ibrahim!
Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku? Dan kepercayaan apakah
yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah
engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Jika engkau tidak
menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu
mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari
rumahku ini. Aku tidak sudi tinggal bersama denganmu di dalam suatu rumah di
bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu
dan mencelakakan engkau."
Ibrahim
menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap
tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata:
"Wahai ayahku!
Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan
akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku
tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu." Lalu
keluarlah Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih karena gagal mengangkatkan
ayahnya dari lembah syirik
dan kafir.
Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan
Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk
hatinya kerana ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada
dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia
sadar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin
dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat hidayah, bila belum dikehendaki
oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya. Penolakan ayahnya terhadap
dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun memengaruhi
ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi
penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang
bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ibrahim
tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan
bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anut dan ajaran yang ia bawa, dan
ternyata bahwa apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah
alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Ibrahim tentang kebenaran
ajarannya dan kebathilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang usanglah
yang mereka kemukakan yaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapak-bapak
dan nenek moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan sesekali mereka tidak
akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Ibrahim pada
akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dan bermujadalah dengan
kaumnya yang keras kepala dan yang tidak mahu menerima keterangan dan
bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada
satu-satunya alasan bahawa mereka tidak akan menyimpang daripada cara
persembahan nenek moyang mereka, walaupun telah Ibrahim menasihati mereka
berkali-kali bahawa mereka dan bapak-bapak mereka keliru dan tersesat mengikuti
jejak syaitan. Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya
dengan perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka
sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak
berguna bagi mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah sudah
menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babilonia
bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang
mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari
mereka tinggal diluar kota di suatu padang terbuka, berkemah dengan membawa
perbekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan
bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi. Mereka
berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan turut
beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Ibrahim yang juga turut diajak
untuk turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia tinggal di
rumah apalagi mereka merasa khawatir bahwa penyakit Ibrahim yang dibuat-buat itu
akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut serta.
"Inilah
dia kesempatan yang ku nantikan." kata hati Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong
dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang
berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan
membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya
yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan
patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk
kepada sesaji bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata
Ibrahim, mengejek:
"Mengapa kamu tidak makan makanan yang lezat yang
disajikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu."
Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya
berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar
ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak
Ibrahim itu.
Terperanjat
dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota
dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan
menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu
kepada yang lain dengan nada heran dan takjub:
"Gerangan siapakah yang
telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan
persembahan mereka ini?"
Berkata salah seorang di antara mereka:
"Ada
kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami
yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini."
Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:"Bahkan dialah
yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota
sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu."
Selidik punya selidik, akhirnya terdapat kepastian yang tidak diragukan lagi
bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota
beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan
yang tidak dapat diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mereka. Suara
marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si
pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, dimana seluruh
rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Memang
itulah yang diharapkan oleh Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka
di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya. Karena dengan cara
demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mereka
yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan
yang ia bawa, kalau di antara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan
terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan
ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi
padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.
Ketika
Ibrahim datang menghadap Namrudz yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin
dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah
berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mereka.
Ditanyalah Ibrahim oleh Namrud:
"Apakah engkau yang melakukan
penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap
dingin, Ibrahim menjawab:"Patung besar yang berkalungkan kapak di
lehernya itulah yang melakukannya. Coba tanya saja kepada patung-patung itu
siapakah yang menghancurkannya."
Namrudz pun terdiam sejenak. Kemudian
beliau berkata:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat
berbicara dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?"
Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Ibrahim, maka sebagai jawaban atas
pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan
persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya
karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Ibrahim kepada Namrud itu:
"Jika
demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat
berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa
manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari
kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan
persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berfikir dengan akal yang sehat bahwa
persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan.
Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam
sekeliling kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan
kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu."
Setelah
selesai Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Namrudz mencetuskan keputusan bahwa
Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina
dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka, maka berserulah para hakim kepada rakyat
yang hadir menyaksikan pengadilan itu:"Bakarlah ia dan belalah
tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya."
Dibakar Hidup-hidup
Keputusan mahkamah telah dijatuhkan.
Ibrahim harus dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api yang besar sebesar
dosa yang telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan
disaksikan oleh seluruh rakyat sedang dipersiapkan. Tanah lapang bagi tempat
pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya
dimana tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bagian membawa kayu bakar sebanyak yang
ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah
dihancurkan oleh Ibrahim.
Berduyun-duyunlah
para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan
tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan orang yang sakit
yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperoleh berkaharakah
dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit
mereka atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin. Setelah terkumpul kayu
bakar di lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta
tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan
pelaksanaan hukuman atas diri Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah
gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan
terbakar oleh panas yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian
dalam keadaan terbelenggu, Ibrahim diangkat ke atas sebuah bangunan yang tinggi
lalu dilemparkan ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala.
Sejak
keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang
menyala-nyala itu, Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena
iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya
menjadi makanan api dan korban keganasan orang-orang kafir musuh Allah, dan
memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api
yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan
hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar
hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak
sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat
yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Ibrahim, agar dapat
melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba
Allah yang tersesat itu.
Orang ramai
tercengang dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan kepada
Namrudz. Malah anak perempuan Namrud sendiri yaitu Puteri raja mulai
mempercayai agama yang dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun mengaku di
hadapan khalayak ramai bahwa Tuhan Ibrahim adalah Tuhan yang sebenarnya. Ini
telah menaikkan kemarahan beliau yang mengarahkan tenteranya untuk membunuh
puterinya itu. Puteri itupun menuju ke arah api yang besar itu lalu
berkata "Tuhan Ibrahim selamatkanlah aku". Puteri raja pun
turut terselamat dari terbakar dan dalam api yang membara itu kerena dia
mengucap kalimah syahadah. Tindakan
durhaka puterinya menjadikan hati Raja Namrud semakin membara. Dalam keadaan
sehat tanpa suatu apapun, puteri raja keluar dari api tersebut, beliau serta
tenteranya telah mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Ibrahim
serta adik tirinya Sarah,
bapaknya Aazar serta anak saudaranya Nabi Luth
untuk melarikan diri. Namrudz dan tenteranya puas mencari puteri raja tetapi
puteri itu telah hilang. Selepas sekian lama, merekapun pulang dan mendapati
bahawa Ibrahim turut terlepas. Setelah peristiwa ini, Namrudz kian gelisah
kerana rakyatnya mula hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh itu, beliau
berjanji pula untuk membunuh Tuhan Ibrahim.
Mukjizat
yang diberikan oleh Allah kepada Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran
dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk
terhadap persembahan dan patung-patung mereka dan membuka mata hati banyak
daripada mereka untuk memikirkan kembali ajakan Ibrahim dan dakwahnya, bahkan
tidak kurang daripada mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim,
namun khawatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan
dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi
hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak Ibrahim.
Sumber : Wikipedia