Welcome to FRENDI FERNANDO (Majenang)Website ... monggo dinikmati...

Rabu, 16 Desember 2015

Nilai-nilai Profesionalisme Pendidik dalam Kisah Nabi Ibrahim AS (Jurnalku)



A.    Pendahuluan

Proses informasi yang cepat karena kemajuan teknologi semakin membuat horison kehidupan diplanet dunia semakin meluas dan sekaligus dunia ini semakin mengerut. Hal ini berarti berarti kepedulian umat manusia terhadap sesamanya semakin merupakan tugas setiap manusia, pemerintah dan sistem pendidikan nasional. Pendidikan bertugas untuk mengembangkan kesadaran atas tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan masyarakatnya dan negara, juga terhadap umat manusia.[1]
Kecenderungan negatif di dalam kehidupan remaja dewasa ini dimana para generasi muda telah kehilangan pegangan dan keteladanan dalam meniru perilaku yang etis. Menurut Nurul Zuriah yang mengutip pendapat Thomas Lickona bahwa pendidik harus menjadi seorang model sekaligus menjadi mentor dari peserta didik di dalam mewujudkan nilai-nilai moral didalam kehidupan disekolah. Tanpa guru atau pendidik sebagai model, sulit untuk diwujudkan suatu pranata sosial (sekolah) yang dapat mewujudkan nilai-nilai etika, moral dan budi pekerti.[2]
Nurul Zuriah mengutip pernyataan Zainal Aqib yang mengemukakan bahwa untuk mewujudkan kinerja guru yang profesional dalam reformasi pendidikan di era global, secara ideal ada beberapa karakteristik citra guru yang diharapkan, antara lain sebagai berikut:
a.    Guru yang memiliki semangat juang tinggi disertai dengan kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap.
b.    Guru yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek.
c.    Guru yang mempunyai kualitas kompetensi pribadi dan profesional yang memadai serta kerja yang kuat.
d.   Guru yang memiliki kualitas kesejahteraan yang memadai.
e.    Guru yang mandiri, kreatif dan berwawasan masa depan.[3]
Selain daripada semua, yang terpenting adalah bahwa pendidik haruslah mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang kuat. Dia harus menghiasi diri dengan akhlak mahmudah dan sifat-sifat asasi bagi seorang pendidik. Karena peserta didik akan melihat sebelum mendengar apa yang akan disampaikan. Di zaman yang serba maju ini, peserta didik lebih membutuhkan sisi keteladanan bukan hanya penyampaian teori belaka. Sehingga akhlak pun menjadi syarat pokok dalam sebuah penyelenggaraan pendidikan. Perlu diingat bahwa guru profesional mempunyai tanggung jawab sosial, intelektual, moral dan spiritual.
Mengenai sikap yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, para ahli pendidikan Islam menyebutkan beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pendidik Islam yang ideal seperti yang diungkapkan oleh Al-Abrasyi yang dikutip oleh Ahmad Tafsir,[4]  bahwa sikap-sikap yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah:
a.    Zuhud (dalam kehidupan tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena bertujuan hanya untuk mencari ridha Allah semata).
b.    Bersih tubuhnya, yaitu penampilan lahiriyahnya menyenangkan.
c.    Bersih jiwanya, tidak mempunyai dosa besar (terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat).
d.   Tidak riya, karena riya akan menghilangkan rasa keikhlasan.
e.    Tidak memendam rasa dengki dan iri hati
f.     Tidak menyenangi permusuhan
g.    Ikhlas dalam melaksanakan tugas
h.    Perbuatan harus sesuai dengan perkataan
i.      Tidak malu mengakui ketidaktahuan
j.      Bijaksana
k.    Tegas dalam perkataan dan perbuatan
l.      Rendah hati/tidak sombong
m.  Lemah lembut
n.    Pemaaf
o.    Sabar, tidak mudah marah karena hal-hal kecil atau sepele
p.    Berkepribadian bijak
q.    Tidak merasa rendah diri
r.     Bersifat kebapakan untuk (laki-laki) dan keibuan untuk (perempuan)
s.     Mampu mencintai muridnya seperti mencintai anak sendiri
t.     Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan pemikiran.
Al Qur’an adalah kitab suci umat islam yang berisi firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat  manusia.[5]  Sebagai pedoman hidup manusia, sudah barang tentu Al Qur’an memuat sejumlah kandungan yang dijadikan landasan oleh manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT, meninggalkan larangan-laranganNya serta mengambil i’tibar dari berbagai peristiwa sejarah yang dikisahkan dalam Al Qur’an.[6]. Dari ribuan ayat kita akan menelaah ayat-ayat yang membahas tentang kisah nabi Ibrahim sebagai seorang ayah yang juga sekaligus seorang pendidik yang tentunya harus kita diteladani.
B.     Nabi Ibrahim AS Sebagai Seorang Pendidik
Kalau kita melihat bagaimana sifat-sifat agung dari seorang nabi Ibrahim AS, ada banyak sekali sifat, sikap dan perilaku yang telah beliau dicontohkan. Dalam hal ini adalah nilai-nilai sikap beliau sebagai seorang pendidik yang bisa kita jadikan model, pelajaran dan tauladan dalam mendidik agar peserta didik agar nantinya peserta didik bisa menjadi manusia yang berakhlak dan berbudi luhur seperti tujuan pendidikan itu sendiri.
Diantara beberapa sifat-sifat beliau sebagai seorang pendidik yang digali dari beberapa ayat-ayat Al Qur’an yang bisa diaktualisasikan dalam kehidupan pendidikan modern sekarang ini adalah sebagai berikut:
1)        Patuh kepada Allah
Orang bijak sering berkata, “Ketika kau bertanya kenapa isteri-isterimu, anak-anakmu dan orang-orang didekatmu tidak patuh padamu, maka tanyakan pada dirimu seberapa patuhkah kau kepada Tuhanmu”. Tentunya perkataan tersebut tidaklah tanpa dasar. Karena dalam Al Qur’an sudah sangat banyak penjelasan yang menerangkan tentang perintah untuk patuh kepada Allah Swt. Seperti misalnya dalam surat An-Nisa ayat 59 berikut ini :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB (
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.( Q.S. An-Nisa [4]: 59).[7]

Begitu juga dengan keteladanan yang dicontohkan oleh nabiyullah Ibrahim AS, dimana keteladanan beliau bisa dicontoh oleh para pendidik saat ini. Dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut :
¨bÎ) zOŠÏdºtö/Î) šc%x. Zp¨Bé& $\FÏR$s% °! $ZÿŠÏZym óOs9ur à7tƒ z`ÏB tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÊËÉÈ  
“Sesungguhnya Ibrahim adalah salah satu ummat yang mentaati Allah lagi cenderung kepada kebenaran. Dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)” (Q.S. An-Nahl [16]: 120).[8]

Inilah sifat asasi bagi seorang pendidik, dia harus selalu menjalankan ketaatannya kepada Allah dan RosulNya, melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ketika seorang pendidik sudah patuh kepada Allah, maka dia pun akan patuh terhadap kode etiknya sebagai seorang pendidik. Sebagai guru profesional, dia akan berusaha melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Tingkah lakunya tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku yang tentunya akan berimbas pada sikap perserta didik yang akan selalu meneladaninya, sehingga mereka pun akan berusaha mengaplikasikannya dalam melaksanakan peraturan-peraturan di sekolah maupun dalam kegiatan mereka sehari-hari lainnya.
2)        Cerdas (berilmu)
Segala profesi apapun pasti dibutuhkan kecerdasan tersendiri untuk mengerjakan segala tugasnya agar menghasilkan produk atau out put yang baik. Begitu juga dengan profesi sebagai guru. Guru haruslah melibatkan kegiatan intelektual karena dalam proses mengajar. Seorang guru pasti akan melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi dengan kegiatan intelektual. Guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai, mengevaluasi serta melakukan penelitian dan sebagainya dimana semua kegiatan tersebut membutuhkan kecerdasan dari pelakunya.
Keteladanan Ibrahim AS sebagai seorang yang cerdas dan berilmu  telah dijelaskan oleh Allah Swt dalam firmanNya sebagai berikut :
öä.øŒ$#ur !$tRy»t7Ïã tLìÏdºtö/Î) t,»ysóÎ)ur z>qà)÷ètƒur Í<'ré& Ï÷ƒF{$# ̍»|Áö/F{$#ur ÇÍÎÈ  
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai kekuatan dan pandangan yang jauh. (Q.S. Shaad [38]: 45).[9]
Tafsir dari surat ini adalah perintah Allah kepada Muhammad, “Ceritakanlah hai Muhammad kebesaran hamba-hmba Kami yang mengabdi kepada Kami. Mereka adalah orang-orang yang sangat taat dan mempunyai pengertian mendalam tentang agama. Mereka adalah dari Ulum Azmi”.[10]
Tafsir diatas menunjukkan bahwa nabi Ibrahim AS sebagai pendidik sangat mumpuni dalam keilmuan terutama dalam bidang addin / agama, disaat yang sama juga kuat dalam beribadah. Demikianlah kecerdasan intelaktual yang dimiliki pendidik harus diiringi dengan kecerdasan ruhiyah dan ubudiyyah, sebagaimana sifat ulul albab yang Allah jelaskan dalam surat Ali Imran ayat 191 berikut ini :
tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ  
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali ‘Imran [2]: 191).[11]
Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang berakal kuat ialah orang-orang yang memperhatikan langit dan bumi serta isinya, lalu mengingat Allah dalam segala keadaannya, berdiri, duduk, terbaring.[12]
Sejalan dengan pendidikan kita di era reformasi dimana dunia pendidikan menghadapi banyak tuntutan. Salah satunya adalah tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan kita yang rendah dan belum relevan dengan tuntutan perkembangan masyarakat.[13] Dari itulah guru modern harus cerdas mengembangkan berbagai macam inovasi dan model pembelajaran agar bisa mencapai suatu tujuan pendidikan yang diinginkan. Guru modern harus berpengetahuan luas agar jangan sampai ketinggalan jauh dalam memperoleh informasi dibanding murid-muridnya. Seorang guru juga harus menjadi orang yang spesial, namun lebih baik jika ia menjadi spesial bagi semua siswanya. Namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana caranya guru tersebut dapat menularkan kepintaran dan kedewasaanya tersebut pada para siswanya. Sebab guru adalah jembatan bagi lahirnya anak-anak cerdas dan dewasa di masa mendatang.[14]  Mereka juga berusaha menuangkan ide-idenya melalui tulisan dan ceramah. Mereka tidak ingin ketinggalan pengetahuan dan ketrampilan dari siswanya, yang bisa jadi lebih punya fasilitas untuk mendukung perluasan wawasan dan keahliannya. Guru yang baik, lebih menyukai membaca dibanding ngobrol yang tidak bermanfaat. Guru teladan menjadikan rumahnya sebagai sumber pengetahuan, yaitu dengan memenuhinya dengan buku, majalah, jurnal, dan beragam kliping. Maka guru bisa belajar atau membaca kapan saja disekolah atau dirumah bahkan ditempat lainnya. Karena mereka sadar sepenuhnya tentang arti penting belajar sepanjang hayat.[15] Tentunya tidak hanya cerdas dalam kompetensinya saja, seorang guru juga harus cerdas secara emosional dan spiritual. Bagaimana dia bisa mentransfer nilai-nilai kebaikan jika dirinya sendiri tidak mempunyai jiwa spiritualitas.
3)        Jujur
Jujur dalam kamus Bahasa Indonesia dimaknai dengan lurus hati; tidak curang.[16] Jujur merupakan sebuah karakter yang dianggap dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dalam konteks pembangunan karakter di sekolah, kejujuran menjadi amat penting untuk menjadi karakter anak-anak Indonesia saat ini.[17] Hal ini tentunya harus dimulai dengan jujur dari para pelaku pendidikan di sekolah. Bagaimana murid akan bersikap jujur jika gurunya sendiri mencontohkan ketidakjujuran.
Nabi Ibrahim sendiri merupakan sosok yang jujur dimana kejujurannya bisa diaplikasikan oleh para pendidik saat ini.
Firman Allah Swt yang menyatakan kejujuran nabi Ibrahim AS :
öä.øŒ$#ur Îû É=»tGÅ3ø9$# tLìÏdºtö/Î) 4 ¼çm¯RÎ) tb%x. $Z)ƒÏdϹ $Î;¯R ÇÍÊÈ  
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. (Q.S. Maryam [19]: 41).[18]
Dalam ayat tersebut jelaslah bahwa Allah Swt menyatakan bahwa nabi Ibrahim adalah seorang nabi yang jujur. Kejujuran amatlah mahal, bahkan Rosulullah berani menjamin orang yang jujur dan menjaga lisan dari berkata yang tidak benar dengan surga.
Kisah kejujuran nabi Ibrahim kepada nabi Ismail bahwasanya Allah menyuruhnya untuk menyembelih anaknya tersebut sangat juga patut menjadi teladan. Meskipun pada akhirnya nabi Ismail digantikan dengan seekor sembelihan (kambing). Kisah ini disebutkan dalam QS. Ash-Shafaat ayat 102 sebagai berikut :
$¬Hs>sù x÷n=t/ çmyètB zÓ÷ë¡¡9$# tA$s% ¢Óo_ç6»tƒ þÎoTÎ) 3ur& Îû ÏQ$uZyJø9$# þÎoTr& y7çtr2øŒr& öÝàR$$sù #sŒ$tB 2ts? 4 tA$s% ÏMt/r'¯»tƒ ö@yèøù$# $tB ãtB÷sè? ( þÎTßÉftFy bÎ) uä!$x© ª!$# z`ÏB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÉËÈ  
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". (Q.S. Ash-Shaffat [37]: 102).[19]
Dalam kisah tersebut bisa diambil hikmah bahwa kejujuran meskipun sebenarnya sangat pahit namun akan selalu berbuah manis pada akhirnya.
Di era seperti sekarang ini, generasi muda perlu disadarkan akan tanggung jawabnya sebagai kaum pelajar yang harus mengutamakan etika dan moral yang unggul. Agar kelak dia bisa menjadi seorang yang terpercaya dan juga menjadi panutan bagi orang-orang disekitarnya. Untuk itulah sudah sewajarnya seorang pendidik harus selalu berlaku jujur. Baik jujur dalam berkata maupun berbuat. Jangan sampai perkataan dan perbuatannya justru menampakan kebohongan. Karena jika di lingkungan sekolah saja peserta didik disuguhkan oleh perilaku yang tidak jujur, itu akan berimbas pada tingkah laku mereka dan bisa saja menumbuhkan rasa kecewa mereka terhadap dunia pendidikan.
4)        Amanah
Guru sebagai orang tua di sekolah, dimana orang tua kandung dari peserta didik menitipkan anak-anaknya tentunya agar anak-anaknya tersebut bisa menjadi generasi yang cerdas dan berahklak mulia. Tentunya ini merupakan amanah yang besar yang dititipkan orang tua kepada guru dan diharapkan guru mempunyai tanggung jawab dalam mengemban amanah tersebut.
Ibrahim sebagai teladan bagi manusia juga disebutkan oleh Allah Swt sebagai seorang yang amanah.
4Óœ»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) ÏmÏ^t/ Ü>qà)÷ètƒur ¢ÓÍ_t6»tƒ ¨bÎ) ©!$# 4s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# Ÿxsù £`è?qßJs? žwÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÌËÈ  
Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (Q.S. Al Baqarah [2]: 132).[20]
Nabi Ibrahim yang telah menyatakan penyerahan dirinya kepada Allah Swt, kemudian mewasiatkan kepada anak-anaknya agar ikut berserah diri kepada Tuhan semesta alam.
Pada ayat lain Allah juga mempertegas sifat amanah dari seorang Ibrahim sebagai berikut :
zOŠÏdºtö/Î)ur Ï%©!$# #®ûur ÇÌÐÈ  
Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang memenuhi kewajibannya” (Q.S. An-Najm [53]: 37).

Maksud ayat tersebut adalah bahwa nabi Ibrahim itu adalah seorang yang selalu melaksanakan segala perintah Allah. Keterangan Allah tentang sifat ini merupakan sindiran yang tajam kepada orang Quraisy karena mereka mengingkari nikmat Allah, sehingga mereka diazab dengan kelaparan dan ketakutan.[21]
Tugas mendidik merupakan amanah yang tidaklah ringan. Peserta didik bila mereka adalah anak dan istri, maka mereka adalah amanah dari Allah yang harus betul-betul dijaga dan akan dimintai tangung jawab diakhirat nanti dihadapan Allah Swt. Demikian juga peserta didik di lembaga formal tempat pendidik bertugas, maka pendidik memikul amanah dari para orang tua anak didik, yang harus dibina, dibimbing agar menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak mulia yang juga akan dipertanggung jawabkan dihadapan orang tua mereka sekaligus juga dihadapan Allah nanti. \
5)      Kerja Keras
Perbandingan sikap guru profesional dan guru amatir dapat dilihat dari sikap kerjanya. Guru profesional akan mengerjakan tugas secepat mungkin sesuai sasaran atau tujuan yang akan dicapai. Sedangkan guru amatir akan membiarkan pekerjaannya terbengkalai.
Allah mencontohkan bentuk kerja keras dari seorang Ibrahim melalui kisahnya. Ka’bah sebagai bangunan bersejarah dunia yang dibangun karena adanya perintah dari Allah Swt, nabi Ibrahim AS sangat banyak ikut andil akan keberadaan bangunan tersebut. Sebagai seorang Nabi, beliau menjalankan pekerjaannya tidak hanya dengan satu metode saja. Usaha sebagai bentuk tindakan langsung dalam pembangunan dilakukannya hingga Ka’bah menjadi bangunan yang tertata. Nabi Ibrahim AS menunjukan pribadi sebagai sosok pekerja keras ketika melanjutkan untuk membangun ka’bah seraya berdo’a kepada Allah Swt agar apa yang dikerjakannya itu menghasilkan ridlo Allah da diterima amalnya seperti tersebut dalam surat Al Baqarah ayat 127 sebagai berikut :
øŒÎ)ur ßìsùötƒ ÞO¿Ïdºtö/Î) yÏã#uqs)ø9$# z`ÏB ÏMøt7ø9$# ã@ŠÏè»yJóÎ)ur $uZ­/u ö@¬7s)s? !$¨YÏB ( y7¨RÎ) |MRr& ßìŠÏJ¡¡9$# ÞOŠÎ=yèø9$# ÇÊËÐÈ  
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". (Q.S. Al Baqarah [2]: 127).[22]
Proses pembangunan Ka’bah yang dilakukan nabi Ibrahim mungkin tidak bisa berhasil ketika tidak memiliki sikap kerja keras. Menjalankan wahyu dari Allah Swt sebagi prinsip dasar pembangunan Ka’bah tersebut menjadi pendorong untuk tercapainya tujuan kerja yang dilakukannya. Maka sebagai seorang pendidik apalagi dimasa-masa sekarang, sudah seharusnya guru harus lebih bekerja keras memutar otak dan menguras tenaga memikirkan segala macam persiapan pembelajaran maupun berfikir dan berusaha untuk bersama-sama memecahkan setiap persoalan dalam kegiatannya sebagai seorang pendidik. Dimana dunia pendidikan sekarang sudah sangat jauh berkembang dengan segala kompleksitas permasalahannya.
6)      Sabar
Pendidikan di era global yang ditandai dengan berbagai tantangan baik dari peserta didik maupun dari lingkungan pendidikan itu sendiri sering menjadikan para pendidik putus asa. Tantangan dari peserta didik misalnya  sikap peserta didik yang kurang menghargai seorang guru. Kadang secara sengaja atau tidak mereka mengucapkan kata-kata kotor atau tidak sopan yang membuat guru marah, kecewa dan sakit hati. Atau bisa saja guru itu tidak sabar ketika mengajar peserta didik yang kurang cerdas sehingga menimbulkan kebosanan dalam mengajar. Kemudian tantangan dari rekan pendidik misalnya dengan kehidupan yang serba modern membuat gaya hidup dan kebutuhan hidup menjadi terus meningkat. Ini tidak jarang menimbulkan konflik internal di lingkungan pendidik dan tenaga kependidikan dalam persaingan memperebutkan jabatan atau jam mengajar yang lebih banyak dari yang lain. Tentu ini bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi dalam dunia pendidikan. Maka untuk menyikapi semua hal tersebut, sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah jiwa yang sabar.
Nabiyullah Ibrahim AS adalah sosok teladan yang sabar, baik dalam menerima cobaan maupun dalam mentarbiyah keluarganya. Allah Swt menegaskan kesabaran nabi Ibrahim dalam ayat berikut ini :
÷ŽÉ9ô¹$$sù $yJx. uŽy9|¹ (#qä9'ré& ÏQ÷yèø9$# z`ÏB È@ߍ9$# Ÿwur @Éf÷ètGó¡n@ öNçl°; 4 öNåk¨Xr(x. tPöqtƒ tb÷rttƒ $tB šcrßtãqムóOs9 (#þqèVt7ù=tƒ žwÎ) Zptã$y `ÏiB ¤$pk¨X 4 Ô÷»n=t/ 4 ö@ygsù à7n=ôgムžwÎ) ãPöqs)ø9$# tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÌÎÈ  
Karena itu bersabarlah sebagaimana kesabaran Rasul-rasul   Ulul Azmi.Dan janganlah engkau tergesa-gesa untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikankan, terasalah oleh mereka seolah-olah mereka tidak berhenti di dunia ini melainkan sekedar sesaat pada siang hari. Ini adalah sebiah penjelasan, Maka apakah akan dibinasakan selain dari kaum yang kafir saja?” (QS. Al-Ahqaff [46]: 35).[23]
Kesabaran yang telah dicontohkan oleh nabiyullah Ibrahim AS. diantaranya adalah kesabaran yang luar biasa dalam berdoa untuk menanti untuk mendapatkan keturunan, yang pada akhirnya dikabulkan oleh Allah meskipun ketika lahir nabi Ismail beliau sudah berumur 70 tahun sedangkan nabi Ishaq lahir ketika umur beliau 100 tahun. Namun justru kesabaran beliau itu diuji dengan tetap melaksanakan perintah Allah yaitu menyembelih anak tercinta yang ditunggu sekian lama. Kemudian kesabaran beliau dalam mentarbiyah diri dan keluarganya juga patut menjadi teladan kita semua. Serta kesabaran beliau dalam mendakwahi bapaknya dan ummatnya meskipun beliau harus menanggung resiko dakwah dan di bakar hidup-hidup oleh Raja Namruz
Demikianlah seorang pendidik harus mempunyai kesabaran yang berlapis dalam menjalankan proses pendidikan. Sebagaimana perintah Allah Swt dalam Al Qur’an :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#rçŽÉ9ô¹$# (#rãÎ/$|¹ur (#qäÜÎ/#uur (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇËÉÉÈ  
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu menghadapi kesulitan-kesulitan dunia, tabahkanlah hatimu dalam menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan dari orang-orang lain, jagalah  perbatasan negeri dan berbaktilah kepada Allah, supaya kamu mendapat kemenangan. (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 200).[24]
7)      Lemah lembut
Nabi Ibrahim sebagai nabi kesayangan umat manusia bukanlah tanpa sebab namun memang beliau sendiri juga mempunyai sifat yang sangat penyayang dan lemah lembut. Contoh kisah beliau yang patut diteladani adalah bagaimana beliau dengan lembut mencoba membujuk ayahandanya tercinta untuk mengikuti agama nabi Ibrahim. Percakapan tersebut tergambar dalam Al Qur’an seperti berikut ini :
tA$s% íN»n=y y7øn=tã ( ãÏÿøótGór'y y7s9 þÎn1u ( ¼çm¯RÎ) šc%x. Î1 $|Ïÿym ÇÍÐÈ   öNä3ä9ÍtIôãr&ur $tBur šcqããôs? `ÏB Èbrߊ «!$# (#qãã÷Šr&ur În1u #Ó|¤tã Hwr& tbqä.r& Ïä!%tæßÎ/ În1u $|É)x© ÇÍÑÈ   $£Jn=sù öNçlm;utIôã$# $tBur tbrßç7÷ètƒ `ÏB Èbrߊ «!$# $oYö7ydur ÿ¼ã&s! t,»ysóÎ) z>qà)÷ètƒur ( yxä.ur $uZù=yèy_ $wŠÎ;tR ÇÍÒÈ   $oYö7ydurur Mçlm; `ÏiB $uZÏFuH÷q§ $uZù=yèy_ur öNçlm; tb$|¡Ï9 A-ôϹ $wŠÎ=tã ÇÎÉÈ  
Ibrahim berkata: "Kesejahteraan atas ayah, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku untuk ayah. Bahwasannya Tuhanku adalah Tuhan yang maha lemah lembut. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah dan aku menyembah Tuhanku sendiri mudah-mudahan tiadalah aku menjadi seorang yang gagal usahanya, tidak diperkenanankan do’anya.
Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi.
Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi. (Q.S. Maryam [19]: 47-50).[25]
Kita lihat betapa contoh yang luar biasa tergambar dalam dakwah nabi Ibrahim kepada bapaknya. Allah menjelaskan komunikasi dakwah antara nabi Ibrahim dengan bapak dengan sehalus-halusnya tutur bahasa dan sebaik-baiknya isyarat. Pada ayat sebelumnya beliau terlebih dahulu menjelaskan kebatilan sesembahan bapaknya dengan menyatakan bahwa berhala yang disembah bapaknya tidak bisa berbicara, tidak pula bisa mendengar, tidak bisa bermanfaat untuk dirinya ataupun yang lainnya. Kemudian beliau menyampaikan kepada bapaknya ;
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah”. Namun bapaknya menjawab dan menolak ajakan dari Ibrahim tersebut. Kelembutan yang dibalas dengan kata-kata keras idak lantas membuat Ibrahim marah, sebaliknya Ibrahim lantas mendo’akan ayahnya tersebut, seperti terkisahkan dalam ayat 47-50 QS. Maryam di atas.[26]
Demikianlah gambaran kelembutan nabi Ibrahim dalam mendakwahi dan mengajak bapaknya, sampai dakwahnya ditolak bapaknya beliau tetap berjanji akan mendoakannya agar Allah berikan kebaikan petunjuk dan ampunan, sampai Allah kemudian memberikan keputusan untuk melarangnya.
Guru profesional bukanlah guru yang gila hormat. Sangat baik jika guru selalu menciptakan hubungan yang erat dengan murid, tersenyum ketika bertemu murid, menyapa terlebih dahulu, memberi selamat kepada murid, memberi nasihat. Guru profesional merupakan guru yang mampu memasuki relung jiwa siswa. Kedekatan inilah yang akan menyadarkan bahwa betapa beragam dan beratnya tantangan yang dihadapi peserta didik.[27]
8)      Hanifan
Menurut ulama makna hanifan adalah orang yang mentauhidkan Allah dan berpaling dari kemusyrikan, maka diakhir ayat 120 pada surat An-Nahl ditutup dengan kalimat “dan ibrahim bukan termasuk orang orang yang mempersekutukan Tuhan”.
¨bÎ) zOŠÏdºtö/Î) šc%x. Zp¨Bé& $\FÏR$s% °! $ZÿŠÏZym óOs9ur à7tƒ z`ÏB tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÊËÉÈ  
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif[843]. dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (Q.S. An-Nahl [16]: 120).[28]
Ujung dari ke hanifan adalah keikhlasan dalam melaksanankan semua tugas, dalam hal ini bisa diaplikasikan pada tugas sebagai seorang pendidik. Dengan keikhlasan, seorang pendidik akan melaksanakan tugas-tugasnya dengan hati yang ringan dan lapang meskipun sebenarnya tugas yang dilaksanakan itu berat. Sebaliknya, tanpa keikhlasan, meskipun tugas yang akan dilaksanakan relatif ringan, dia akan merasakan sebagai sesuatu yang berat.
Akan sangat nampak antara guru yang ikhlas dengan dia yang hanya mengutamakan materi semata dalam mengajar. Orang yang bekerja menjadi guru karena panggilan hati, dia akan bekerja secara all out, mempunyai komitmen kuat, bekerja secara ikhlas. Bandingkan dengan orang yang menjadi guru karena panggilan gaji (hanya karena materi) bukan karena panggilan hati. Tentu apa yang dilakukan asal jalan, yang penting mengajar (meskipun belum tentu mendidik), ketika ada masalah pasti mengeluh, senang mencari kambing hitam, yang lebih disalahkan orang lain. Waktu lebih banyak untuk mencari kesalahan-kesalahan orang lain, bukan melakukan refleksi tentang kesalahan yang dilakukan dan mencari jalan memperbaiki diri sendiri.[29]
9)      Selalu bersyukur kepada Allah
Allah Swt memuji hambaNya Ibrahim AS sebagai rasulNya karena Ibrahim memiliki sifat yang mulia. Diantaranya adalah bahwa nabi Ibrahim adalah seorang yang mensyukuri nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepadanya. Seperti dalam firman Allah Swt berikut ini :
#\Å2$x© ÏmÏJãè÷RX{ 4 çm9u;tGô_$# çm1yydur 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ 8LìÉ)tGó¡B ÇÊËÊÈ  
(lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. (Q.S. An-Nahl [16]: 121).[30]
Keteladanan beliau sebagai hamba yang selalu bersyukur harus bisa diteladani oleh pendidik saat ini. Minimnya gaji serta keterbatasan sarana yang ada sering memunculkan ketidak ikhlasan dalam menjalankan proses pendidikan pada akhirnya hanya akan membuat guru suka berkeluh kesah dan tidak bisa menyukuri kondisi yang ada. Maka dari itu jiwa yang pandai bersyukur akan banyak membawa kebaikan dan keberkahan.
Sebagai pendidik yang profesional, seharusnya tidak menjadi alasan dirinya untuk tidak serius dalam mengajar dan mendidik muridnya hanya karena alasan gaji yang kurang. Ketika sudah berkomitmen untuk menjadi seorang pendidik maka sudah menjadi keharusan untuknya melakukan semuanya dengan ikhlas dan maksimal serta penuh rasa syukur agar menghasilkan proses pendidikan yang baik dan terarah.
C.    Kesimpulan
Itulah nilai-nilai profesionalisme pendidik yang bisa kita pelajari dari Al Qur’an yang diteladankan oleh nabiyullah Ibrahim AS yang bisa diaktualisasikan di era globalisasi ini.
Ayat Al Qur’an yang menunjukan nilai-nilai profesionalisme pendidik dalam kisah nabi Ibrahim diilustrasikan dengan tabel dibawah ini.
Tabel II
Analisis Nilai-nilai Profesionalisme Pendidik dalam Kisah Nabi Ibrahim AS dalam Al Qur’an
Nilai-Nilai Profesionalisme Pendidik
Nilai-nilai Profesionalisme Pendidik dalam Kisah Nabi Ibrahim AS menurut Al Qur’an
Patuh Kepada Allah
QS. An-Nisa [4] ayat 59
Cerdas, berilmu
QS. Shaad [38] ayat 45
Jujur
QS. Maryam [19] ayat 41,
QS. Ash-Shaffat [37] ayat 102
Amanah (tanggung jawab)
QS. An-Najm [53] ayat 37,
Al Baqarah [2] ayat 132
Kerja keras
QS. Al Baqarah [2] ayat 127
Lemah lembut
QS. Maryam [19] ayat 47-50,
QS. At Taubah [9] ayat 114
Sabar
QS. Al Ahqaff [46] ayat 35
Hanifan (Ikhlas)
QS. An-Nahl [16] ayat 120
Bersyukur
QS. An-Nahl [16] ayat 121

Manusia diciptakan oleh Allah sebagai mahluk yang paling mulia, juga karena kesempurnaan bentuk dan kelebihan akal pikirannya yang sekaligus membedakannya dengan mahluk lainnya. Sebagai konsekuensinya manusia dituntut untuk berbakti kepada Penciptanya melalui pemanfaatan kesempurnaan dan kelebihan yang telah dianugerahkan kepadanya.[31]


Blibiografi
Ash Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Kitab tafsir Al Qur’anul Majid, (Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra, 1995)

Hatta, Ahmad,Tafsir Qur’an Perkata, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2010)
Kesuma, Dharma, Cepi Triana, Johar Permana, Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di Sekolah), Cet.3 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012)

Mahfud,  Rois, Al-Islam (Pendidikan Agama Islam), (Jakarta: Erlangga, 2011)
Mahfudz, Asep, Be a Good teacher or never, (Bandung: Nuansa, 2011)
Mudlofir, Ali, Pendidik Profesional (Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012)
Musfah, Jejen, Peningkatan Kompetensi Guru, (Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik), (Jakarta: Kencana, 2011)

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2011)

Tilaar, H.A.R, Manajemen Pendidikan Nasional (Kajian Pendidikan Masa Depan), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)

------------------, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010)

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008)

------------------, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)

Zuriah, Nurul,  Pendidikan Moral dan Budi Pekerti (Dalam Perspektif Perubahan), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)




[1]  H.A.R Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional (Kajian Pendidikan Masa Depan), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 4.
[2]  Nurul Zuriah , Pendidikan Moral dan Budi Pekerti (Dalam Perspektif Perubahan), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 12.
[3]  Ibid, hlm. 110.
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 82.
[5]  Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm.33
[6]  Rois Mahfud, Al-Islam (Pendidikan Agama Islam), (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm. 112.
[7]  Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Kitab, hlm. 849.
[8]  Ibid, hlm. 2215.
[9]  Ibid, hlm. 3408.
[10]  Ibid, hlm. 3409.
[11]  Ibid, hlm. 738.
[12]  Ibid, hlm. 739.
[13]   H.A.R Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 134.
[14]  Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru, (Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik), (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.54.
[15]  Ibid, hlm. 123.
[16]  Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus, hlm. 644.
[17]  Dharma Kesuma, Cepi Triana, Johar Permana, Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di Sekolah), Cet.3 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 16.
[18]  Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Kitab, hlm. 2400.
[19]  Ahmad Hatta, Tafsir Qur’an Perkata, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2010), hlm. 449.
[20]  Ahmad Hatta, Tafsir, hlm. 20.
[21]  Kemenag RI, Al Qur’an, hlm. 412.

[22] Ahmad Hatta , Tafsir, hlm. 20.
[23]  Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Kitab, hlm. 3716.
[24]  Ibid. 746.
[25] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Kitab, hlm. 2401.
[26] Menurut sebagian mufasir, soal jawab yang terjadi antara Ibrahim dan ayahnya menjadi penghibur hati bagi Muhammad Saw dan menjadi teladan baginya dalam menghadapi gangguan kaumnya dan gangguan pamannya sendiri Abu Lahab. (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Kitab, hlm. 2403)
[27]  Asep Mahfudz, Be a Good teacher or never, (Bandung: Nuansa, 2011), hlm. 36.
[28]  Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Kitab, hlm. 2215.
[29] Ali Mudlofir, Pendidik Profesional (Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 160.
[30]  Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Kitab, hlm. 2215.
[31] Jalaluddin, Teologi, hlm. 245.